Ketika Raja Abdullah bin Abdulazis meninggal dunia dan digantikan putera mahkota Pangeran Salman bin Abdulazis, Tercatat tokoh penting Ikhwanul Muslimin Rasyid Al-Ghanusy hadir pada prosesi pemakanam King Abdullah dan penobatan penggantinya Raja Salman. Kedekatan Raja Salman dengan Ikhwanul Muslimin (IM) juga menjadi catatan penting dalam membaca sikap dan arah politik Kingdom of Saudi al Arabia ( KSA ) dibawah Raja Salman terhadap Mesir dibawah Presiden Abdel Fatah al-Sisi.
Tidak membutuhkan waktu lama Raja Salman memecat Duta Besar KSA untuk Mesir Ahmad bin Abdul Aziz Qattan. Dubes Qattan sebelumnya dikenal sebagai kurir kerajaan Saudi Arabia untuk Jenderal Abdel Fattah As-sisi. Pemecatan Qatan adalah signal politik KSA terhadap Presiden Jenderal Al-Sisi terkait isu dan peta politik di Timur Tengah, khusunya perang di Suriah dan sikap terhadap Israel.
Dalam konteks perang di Suriah, sikap Presiden Abdel Fatah Al-Sisi tidak mendukung penyelesaian secara militer yang diserukan oleh kelompok oposisi. Sementara Raja Salman mengambil sikap mendukung, sebagaimana sikap Amerika Serikat yang menggagas operasi militer terbatas di Suriah. Operasi militer terbatas ini tentu dengan tujuan menggulingkan Presiden Suriah Bashar Al Assad yang didukung Iran dan Rusia.
Bashar al Assad adalah presiden Syi’ah atas mayoritas rakyat yang beraliran Sunni. Maknanya dalam konteks pertentangan Syi’ah dan Sunni di peta politik Timur Tengah, sikap Presiden Mesir Abdel Fattah Al-Sisi adalah moderat. Sebagaimana pernyataan bersama dengan Presiden RI Joko Widodo yang sepakat untuk membentuk group Islam Moderat. Dalam kunjungan kenegaraan ke Indonesia, Nampaknya Presiden Al-Sisi berhasil mendapatkan dukungan Presiden Joko Widodo.
Lantas apakah Indonesia dibawah Presiden Joko Widodo mempunyai sikap yang sama terhadap Kerajaan Arab Saudi? Raja Salman memandang Indonesia sebagai Sunni terbesar di dunia tentu sangat berharap Presiden Joko Widodo memberikan dukungan kepadanya, akan tetapi nampaknya kalah satu langkah kuda dengan Presiden Mesir Abdel Fatah Al-Sisi.
Pemberian kehormatan berupa Star of the Order of King Abdul Aziz Al-Saud Medal. Menurut Sekretaris Kabinet Pramono Anung penghargaan ini merupakan Order of Merit atau bentuk apresiasi tertinggi dari Kerajaan Arab Saudi bagi pemimpin negara sahabat. "Medali itu artinya sebuah penghormatan dan sekaligus persahabatan bagi seorang kepala negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia," ujar Pramono Anung dalam siaran persnya dari Istana Raja Faisal, Jeddah, Arab Saudi.
Pemberian bintang kehormatan tersebut adalah langkah diplomatik sempurna Raja Salman, langkah diplomasi menang dalam peperangan tanpa bertempur menurut ajaran Jenderal Sun Tzu. Atau ungkapan peribahasa Jawa Menang tanpa Ngasorake.
Lebih lengkap Sugih tanpa Bandha, Digdaya tanpa Aji, Nglurug tanpa Bala, Menang tanpa Ngasorake. Secara harafiah dapat diartikan: Kaya tanpa Harta, memiliki Kesaktian tanpa Ilmu/benda pusaka, Menyerang tanpa bala Pasukan, Menang tanpa Merendahkan.
Bagi Presiden Joko Widodo yang mendapat penghargaan dari Raja Salman berupa Star of the Order of King Abdul Aziz Al-Saud Medal, bukan berarti tanpa beban diplomatic. Apalagi jika dalam konteks perebutan pengaruh di Timur Tengah. Terutama ketika KSA menghadapi Republik Islam Iran dan Republik Turki dibawah Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan.
Budaya bangsa kita tidak mudah melupakan budi baik, tidak mungkinlah berpaling kelain hati ketika sudah menerima bintang kehormatan tertinggi Star of the Order of King Abdul Aziz Al-Saud Medal. Raja Salman bin Abdulazis Al-Saud jelas menang tanpa ngasorake.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H