Lihat ke Halaman Asli

Korupsi Kuota Impor, Tangkap Menterinya

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada ketentuan pembatasan dalam tataniaga impor daging sapi yang disebut kuota. Untuk menetapkan kuota ini tentu ada peraturan perundangannya dan mekanisme tatalaksananya. Sehingga pelanggaran terhadap kuota adalah pelanggaran terhadap hukum. Manakala bisnis ini melanggar ketentuan perundangan tersebut dan menimbulkan kerugian negara, pastilah merupakan tindak pidana korupsi.

Siapa saja yang bisa melakukan pelanggaran? Sederhananya adalah; Pertama, pejabat pemerintah berwenang dalam urusan ini. Kedua, pengusaha yang mendapatkan keuntungan dari pelanggaran ketentuan kuota, jika dia berperan atau ikut serta pada tindak pidana tersebut misalnya dengan melakukan penyuapan terhadap pejabat berwenang. Ketiga, pelobi atau makelar kasus.

Pada kasus korupsi kuota impor daging sapi yang sedang ngetrend sekarang, tinggal membukltikan apakah terjadi pelanggaran tersebut atau tidak. Apakah LHI bisa dibuktikan ada peranannya atau terbukti ikut serta berperanan dalam pelanggaran ketentuan hukum kuota impor tersebut. Pelanggarasn terhadap kuota impor ini tidaklah rumit luar biasa. Jika kuota yang diberikan kepada satu pengusaha sebanyak 1000 ton namun si pengusaha dapat melaksanakan impornya menjadi 1.000.000 ton tanpa adanya dokumen pendukung yang sah maka saya kira tindakan tersebut adalah smugling alias penyelundukan.

Jika terbukti ada dokumennya yang melindungi berarti impornya sah. Namun bagaimana cara si penguaha bisa mendapat jumlah yang berlebih dari ketentuan kuota. Nah inilah yang menjadi pokok persoalan. Apakah cuma karena si pejabat yang salah tulis angka nol berlebihan tiga digit sehingga yang 1000 ton menjadi 1.000.000 ton. Jadi jelaskan kesalahannya dimana, sehingga volume impornya bisa berlebih dari ketentuan kouta, itu maksudnya. Mengapa kesalahan bisa terjadi, apakah memang kebetulan pejabatnya belum pintar atau memang ada kesengajaan melanggar ketentuan kuota impor yang berakibat merugikan negara.

Menurut saya tidak terlalu sulit untuk membuktikan "kesalahan" ini sebab hanya pejabat berwenang yang bisa melakukannya, misalnya Menteri Pertanian. Bukan orang diluar otoritas pemerintahan yang bisa melakukannya. Jadi langkah pertama adalah menangkap pejabat yang berwenang jika sudah ada dua bukti pendukung untuk menangkapnya. Soal LHI, AF atau siapa saja, kalau "menterinya sudah kecekel" hah....lontong sayur, bakalan reeebes semua.

Kalau ada dua bukti tersebut saya yakin dalam tempo seminggu berkas pasti selesai untuk maju ke pengadilan. Tapi apabila tidak mempunyai dua bukti tentang terlaksananya suatu tindak pidana tentu tidak mungkinlah melakukan tindakan hukum. Paling cuma konsumsi pers saja....cuma bikin ramai tayangan teve.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline