Lihat ke Halaman Asli

Kasus Luna Maya ngeTwit : Proses Pembentukan Opini Adanya Klas Sosial.

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Adaptasi budaya terhadap teknologi memang terus berlangsung seirama dengan kemajuan produk teknologi itu sendiri. Teknologi Informasi misalnya sedemikian deras mempengaruhi perilaku sosial, sehingga kemudian dibutuhkan Undang Undang yang mangatur agar tidak terjadi 'tabrakan' antar individu warga negara. Seperti perilaku sosial dalam menggunakan jalan publik membutuhkan Undang Undang yang mengatur ber lalu lntas di jalan umum. Demikian pula dengan Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Hanya saja, undang undang memang hampir pasti mempunyai celah yangh bisa diperdebatkan tergantung pandangan atau sisi kepentingan setiap individu maupun organisasi atau badan hukum lainnya. Jadi kalau memang niat untuk berkasus, ada saja celahnya untuk maju ke sidang pengadilan.

Dari berbagai kasus aktual yang dipublikasikan luas, menurut hemat saya ada beberapa yang terasa 'aneh'. Seperti kasus nyolong tiga buah kakao, nyolong jagung, nyolong semangka dan colongan 'kecil' lainnya. Anehnya semuanya menjadi kasus yang sampai pada vonis bersalah dan dihukum. Lalu yang paling populer adalah kasus 'Prita'. Kesan saya bahwa berbagai kasus yang diblow up melalui media massa itu sudah membentuk opini bahwa 'keadilan bukan untuk rakyat kecil'. Artinya sekarang telah terjadi pemisahan sosial, ada kasta dimasyarakat kita. Kita tentu tidak berharap, namun indikasi kearah kotak kotak sosial seperti itu agaknya perlu perhatian serus. Mungkin tidak lama lagi akan muncul eksistensi kelompok masyarakat proletar dan kelompok masyarakat kapitalis birokrat.

Kasus kicauan Luna Maya di mikro bloging Twitter yang nampaknya sedang dalam proses untuk masuk ranah hukum. Opini publik yang akan dikembangkan dari blow up pemberitaan kasus ini adalah memberi kesan adanya kelompok masyarakat elit lainnya 'non orang kecil' yang tidak terjangkau oleh hukum. Figur publik dibentuk melalui kasus ini, adalah figur simbol masyarakat elitis yang tidak terjangkau oleh hukum. Sepertinya kasus ini akan di blow up guna mempertegas lagi bahwa sekarang 'keadilan bukan untuk orang kecil'. Sama seperti kasus Anggodo, jika tidak masuk sampai ke pengadilan maka kasus ini juga merupakan simbol kelompok masyarakat elitis yang tidak terjangkau hukum.

Meskipun pada perspektif lain kebebasan berpendapat, termasuk mengekspresikannya melalui internet pada 'kasus' kicauan Luna Maya di mikro blogong Twitter, bisa saja disikapi secara sederhana sehigga tidak sampai masuk ke pengadilan. Sebagaimana kasus nyolong kakao, nyolong semangka, nyolong jagung ( untung belum ada kasus nyolong tetek bengek ) adalah 'tidak bijaksana' untuk membawanya hingga ke pengadilan tetapi itulah kenyataan yang terjadi.

Secara sederhana, saya kira apa yang di twit oleh Luna Maya adalah kesan atau pendapat subyektif mengenai infotaiment. Jika ditilik pada bahasanya maka yang jadi obyek pandangan itu adalah "infotaiment" yang dalam hal ini bersifat abstrak. Kata sandang atas jenis pekerjaan. Seperti juga kata ‘artis' pada satu jenis pekerjaan dunia hiburan. Sama juga seperti kata 'politisi' yang melekat pada aktifis politik.

Jadi bagaimana kesan yang diapresiasi publik terhadap predikat yang menempel pada suatu profesi akan sangat berhubungan dengan bangaimana kesan publik menilai perilaku sosialnya. Infotainment dalam konteks kalimat yang di twit adalah idiom yang melekat pada satu pekerjaan. Dengan demikian infotainment bukan melekat pada pribadi orang, badan hukum, kelompok ataupun organisasi.

Akan sangat berbeda jika Luna Maya mengatakan secara langsung umpatan itu didepan umum misalanya..... hey kamu lebih hina dari p......dstnya. Maka orang yang menjadi objek umpatan itu dapat menuntutnya sebagai suatu tindakan yang tidak menyenangkan atau menghina atau mencemarkan, Namun kalau memang ada orang atau organisasi yang kemudian ‘mempersonifikasikan' dirinya sendiri seperti pendapat yang di twit oleh Luna Maya, ya terasa aneh juga pada era 'dunia maya' saat ini. Tetapi saya kira dalam kasus ini Luna Maya tidak dapat dipidanakan.

Namun permasalahannya sekarang terdapat kecenderungan pematangan situasi yaitu proses pembentukan opini publik tentang adanya gap antara klas sosial. Masyarakat perlu waspada akan kemungkinan 'conditioning' yang mengarah pada konflik horizontal maupun konflik vertkal sebagai bias dari pemahaman akan kebebasan itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline