Lihat ke Halaman Asli

Sketsa : Cerita Ahok Dari Ahok Kepada Ahok.

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Si Ahok dan Si Jungkir. Bukan kerabat bukan saudara tapi lapak PKL berdampingan. Dari teman jadi saudara karena senasib sepenanggungan jika digaruk satpol PP.

Namanya nasib ibarat peribahasa ; dompet sama tebal isinya siapa tau. Hidup di Jakarta memang rada susah susah gampang, lebih sering susah ketimbang enaknya. Kota Jakarta dengan penduduk lebih 10 juta orang adalah pangsa pasar potensial buat dagang apa saja. Kalau mengerti trik dan kiatnya untuk dapat uang mudah saja. Ada yang bahkan cuma dagang senyum…dapat bayaran mahal dari production house buat acara teve. Tinggal mejeng pasang senyum dapat deh duit.

Tetapi nasib orang beda beda.  Si Jungkir sudah 23 tahun jadi PNS malang melintang di gubernuran, pas dapet Gubernur yang baek seperti Jokowi ame Ahok, pas pula si Jungkir masuk pensiun barengan sama Wakapolri Komjen Nanan Sukarna he he he. Pahamkan…..kalau pensiun gaji potong separo. Bayangin si Jungkir yang cuma anggota Satpol PP rendahan gajinya cuma berapa perak. Jadi begitu pensiun kudu mikir usaha yang modalnya kecil kecilan saja tapi bisa bertahan buat ngempanin anak bini.

Nah itu dia si Jungkir demi melanjutkan hidup coba dagang buah. Setelah nanya sana sini akhirnya dia jadi “importir” buah salak dari pondoh. Salak pondok memang terkenal buahnya memang agak kecil kecil tetapi manis rasanya. Banyak warga Jakarta yang suka buah salak Pondoh. Lantas dimana tokonya buat jualan salak. Boro boro, beli salaknya juga cuma sekarung, habis dah tu modal, tinggal ongkos angkot. Terpaksa jualan di kaki lima.

Realitas hidup namanya terkadang rada rada aneh gitu, padahal tidak pernah belajar “ilmu sejodoh”…. Ehhh si Jungkir pensiunan Satpol PP sekarang jadi PKL. Hari pertama jualan dia selalu deg degan, bagaimana nantinya kalau kebetulan ada razia PKL, pasti dia ketemu sama teman yang dulu satu korps satpol PP. Pikiran itupun dia buang jauh jauh untuk  menepis kegundahan hatinya…peduli amat..malu ya malu tapi cari makan gak bisa nunggu “kondisi aman.”

Hari ketiga jadi PKL, akhirnya ketemu juga sama Satpol PP yang lagi tugas razia PKL.

“Bapak bapak ibu ibu saudara saudara sekalian - tolong sadar ya pak ini kaki lima buat pejalan kaki bukan buat dagang. Dagang disini bapak ibu saudara melanggar aturan, melanggar Perda” Begitutulah suara himbauan pake tuit tuit pake pengeras suara dari mobil dinas Satpol PP. Tetapi memang bukan PKL namanya kalau tidak suka bandel sama Satpol PP. Beberapa pedagang masih tetap tidak beranjak dari lapaknya. Termasuk si Jungkir.

Si Jungkir bukannya bergegas beres beres  dagangannya, dia malah menunggu petugas mendekatinya. Dia pikir..tidak apa ini…..tentu ada yang kenal  sama dia yang dulunya juga anggota satpol PP. Dalam hatinya berkata…masa sih teman tega sama teman yang coba cari makan halal. Karena dulu ketika si Jungkin masih bertugas…dia pernah juga coba memahami kesulitan “wong cilik” dan bersikap toleran saat bertugas.

Tetapi jaman telah berubah begitu cepat, Satpol PP sekarang berbeda dari jaman dia dulu. Sekarang komandan sering dirangsang diarahkan sama Jokowi -Ahok agar bersikap tegas tidak pandang bulu.Mau bulu kucing mau bulu kambing domba atawapun bulu serigala - sama saja pade bebulu....

Lima anggota Satpol PP mendekati lapak jualan salak pondoh si Jungkir.

“loh bapak ini kok tidak angkat jualannya, apa tidak dengar….tidak boleh berjualan di kaki lima”

“Saya denger dik”

“Loh mengapa tidak segera pergi, emang mau digaruk yaa”

“Nggak mau dik”

“memang mau ya dibawa jualannya kami sita”

“ jangan begitulah dik….saya ini baru tiga hari pangsiun…sekarang baru belajar dagang salak”

“mau tiga hari mau setahun bukan urusan saya”

“Apa adik gak kasihan sama saya” kata si Jungkir setengah memelas sambil membuka topi agar wajahnya kelihatan.

Benar saja petugas satpol PP yang tadinya galak jadi terdiam karena mengenali wajah mantan rekannya. Sebenarnya petugas ini pengen “membantu” untuk tidak bertindak keras ngangkutin semua jualannya PKL, tetapi sekarang komandan yang mengawasi adalah orang baru berambut cepak, entah dari mana datangnya. Setelah komandan yang lama pada dimutasi diganti sama komandan baru.

Setengah kaget si petugas satpol PP lantas jadi lebih aleman “Wah si abang rupanya, kok jualan salak bang”

“iye neh coba nyari nasib” jawab si Jungkir sekenanya.

“Gini aje bang, jangan marahnya, kita sandiwara aja bang maklum komandan baru galak banget, abang ngertikan saya juga keder bang kalu dimutasi kesana kesini”

“Sandiwara gimane”. Belum sempat dijawab, trus sang komandan baru keluar dari mobil lalu berjalan mendekat. Teman si Jungkir kelabakan, tidak sempat menjelaskan”skenarionya”.

“Bapak melawan petugas, jadi bapak harus dihukum” katanya membentak agar terdengar tegas sama komandannya.

“dihukum gimane dik…terserah sajalah….asal dagangan saya jangan diangkut, kalau digaruk bakalan ludes modal saya”

“Ehhh bapak melawan yaa… oke malah minta dihukum”, petugas satpol PP semakin galak. Si Jungkir diam saja…menanti apa yang akan terjadi.

Agaknya dialog tadi terdengar juga oleh si komandan dan kemudian berkata. “ oke bagus…dihukum makan saja”

“dihukum makan gimane komandan”

“Iya itu suruh makan saja buah salaknya” ujar si rambut cepak.

Si Jungkir terdiam…tidak bisa berpikir apapun lagi…karena dia memang tau bahwa jualan di kaki lima memang melanggar aturan. Cuma hatinya merenung mengapa apesnya kok datang sekarang setelah dia pensiun. Si Jungkirpun sebenarnya sempat membathin …barangkali ini hukum karma bagi dia yang dulu pernah juga galak sama PKL ketika masih bertugas. Lalu perintah untuk memakan buah salak semakin kencang terdengar ditelinganya karena bentakan itu rasanya tembus sampai  ku ulu hati.

Si Jungkirpun otomatis saja mengambil sebiji salak, lalu mengupas kulitnya yang berserisik. Segera si Jungkir mau mengeluarkan biji salak untuk mengunyak kupas daging buahnya saja. Tetapi tiba tiba meluncur lagi bentakan, terdengar lagi perintah petugas satpol PP.

“Bijinya jangan dibuang……telan saja  sekalian biar kapok jualan d kaki lima”

Gluk gluk salak masuk kerongkongan Jungkir lengkap dengan bijinya. Untung tidak keselek ditenggorakn. Karena buah salak pondoh memang kecil bijinya jadi mudah saja masuk… gluk…gluk… gluk.

Anehnya sehabis menelan buah salak lengkap dengan bijinya si Jungkir bukannya sedih tetapi malah mesem mesem ketawa ketiwi …hi hi hi hi…

“Kenapa emang kamu malah ketawa  ketiwi, memang senang yaa….apa mau saya tambah hukumanya kata komandan penasaran.

“Enggak pak..jangan..bukannya saya senang pak komandan, tetapi saya bayangin nasib teman disebelah pak”

Teman dagang disebelah sesama PKL kebetulan namanya si Ahok, sedari tadi menyaksikan si Jungkir “dihukum” menelan buah salak dengan biji bijinya.

Wajah si Ahok pucat karena dia jualannya buah duren……..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline