Lihat ke Halaman Asli

Bawaslu Agar Waspadai Pengedaran Uang Palsu Untuk Pemenangan Pilres 2014.

Diperbarui: 20 Juni 2015   02:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Badan Pengawas Pemilu diharapkan agar mewaspadai kemungkinan gerakan “kotak sumbangan” penggalangan dana mendukung capres/cawapres melalui posko posko. Jika kotak sumbangan penggalangan dana spontanitas masyarakat diselenggarakan melalui posko pemenangan tentu akan sangat mudah diawasi dan dilacak rekam jejaknya. Jadi gerakan kotak sumbangan ini tidak akan diselenggarkan melalui posko posko.

Penyelenggaraan akan bersifat spontanitas dan tidak ada hubungannya dengan partai, atau tim sukses pemenangan pasangan capres / cawapres secara terstruktur dan oraganisatoris. Namun kemungkinan inisiatif  untuk mobilisasi rakyat membuat kotak sumbangan yang ditebar sepanjang jalan umum dan mulut gang dapat dilakukan secara “intelijen” dari mulut ke telinga “kader”. Langkah ini bertujuan agar tidak bisa diawasi dan dilacak oleh Bawaslu.

Kepada masyarakat luas dan Bawaslu, waspadalah waspadalah,Untuk diketahui uang palsu selalu meningkat pengedarannya jelang Pemilu. Tulis ini silahkan googling, mbah google akan memberikan penjelasannya.

Hasil pengumpulan dana melalui kotak sumbangan spontanitas masyarakat tentu tidak tertulis dari siapa saja dan berapa rupiah besaran sumbangannya. Jumlah sumbangan cuma “ada administrasinya” sebagai bentuk pertanggung jawaban. tercatat per hari misalnya; untuk hari Sabtu tanggal 21 Juni 2014 hasil sumbangan Rp.100.000.

Bisa dihitung jika jumlah “kotak Sumbangan” diseluruh Indonesia ada 1 juta kotak dengan rata rata hasil Rp.100.000 maka akan terkumpul dana satu juta dikali Rp.100.000 = Rp.100.000.000.000 ( seratus miliar rupiah). Jika dikali 10 hari menjelang Pilpres maka angkanya menjadi fantastis Rp.1.000.000.000.000,- seribu miliar alias satu triliun.

Artinya setiap satu kotak sumbangan dalam sepuluh hari “terkumpul dana” Rp.1.000.000. Jika dana ini dibagikan oleh si penyelenggara kotak sumbangan untuk “membeli suara” @Rp 100.000 per satu suara maka dilingkungannya akan mampu memobilisasi 10 suara terarah untuk memilih salah satu pasangan calon. Jika jumlah kotak suara seluruh Indonesia ada satu juta, maka dana kontak sumbangan ini mampu memobilisasi 10 juta pemilih.

Oke katakanlah mustahil ada 1 juta kotak suara diseluruh Indonesia, adanya Cuma 100.000 kotak sumbangan saja. Maka hasilnya adalah 1 juta suara “politik uang” yang bersumber dari penggalangan dana spontanitas masyarakat. Satu suara saja teramat penting apalagi satu juta suara.

Tentu pihak Bawaslu tidak dapat mengkaitkannya dengan Tim Sukses masing masing Capres karena ini adalah “gerakan spontanitas masyarakat”. Soal apakah dana terkumpul tersebut digunakan oleh “si penyelenggara kotak sumbangan” untuk membeli suara pemilih, itu tanggung jawab masing masih. Tidak ada hubungan apapun dengan Timses dan karenanya tidak bisa menuding apalagi menuntut mengadukan timses. Strateginya begitu.

Lantas ada yang bilang, wah tidak mungkin satu kotak sumbangan bisa berhasil menggalang dana masyarakat sampai Rp.100.000 per hari / kota. Paling Rp.30.000 / hari / kotak. Itulah peluang, jika targetnya seratus ribu rupiah, sisanya adalah potensi untuk “ditambah” oleh tangan misterius dengan uang palsu untuk mencapai target.

Ini argumentasi lebay. Tidak mungkin…tidak mungkin…Ya  bolehlah…silahkan saja bantah tapi jangan pernah teriak adanya “politik uang” untuk memenangkan Capres sebelah sono.

Politik uang yang nampaknya sangat sederhana tetapi hasilnya sungguh fantastis. Jadi bukanlah “fiksi” jika mbah google mencatat bahwa setiap kali pemilu selalu terjadi peningkatan peredaran uang palsu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline