Lihat ke Halaman Asli

Tantangan Presiden Joko Widodo: Hutan untuk Kesejahteraan Rakyat

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

141484620968827544

Pertama kali Presiden Joko Widodo bertemu dengan Menlu AS John Kerry, media pers memberitakan bahwa kedua pemimpin membicarakan tentang Climate Change atau perubahan iklim dari topic pemanasan global. Dalam hal ini tentu upaya bilateral peningkatan kerjasama antara kedua negara. Artikel ini tidak bermaksud membahas tentang pertemuan kedua pemimpin.

Tetapi manakala bicara tentang Climate Change akan merujuk kepada berbagai upaya internasional, diantaranya kerja sama global untuk mengatasi masalah efek rumah kaca dari kegiatan berbagai industry dunia. Pada satu sisi, negara industry maju membutuhkan pasokan O2 yang cukup bagi perkembangan industrinya terkait level pulutan yang mereka hasilkan.

Pada sisi lain dari wilayah hutan tropis seperi Hutan di Indonesia mengalami degradasi karena memang kebutuhan lahan konversi terus meningkat. Akibat meningkatnya kebutuhan lahan yang berdampak terhadap luasan lahan hutan sangat berpengaruh bagi pasokan O2, selanjutnya terjadilah pemanasan global.

Berbagai konvensi internasional diprakarasia negara industry maju. Karena mereka paling berkepentingan mempertahankan laju pertumbuhan industrinya. Salah satu upaya strategis adalah memasukan Indonesia kedalam kelompok G20. Pertemuan tahunan akan diselenggarakan di Canberra - Australia. Presiden Joko Widodo diundang langsung oleh PM Australia Tonny Abbot sebagai tuan rumah petemuan tahunan G20 setelah menghadiri pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI  pada 20 Oktober 2014.

Skema REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation  ) atau lebih terkenal dengan Carbon Trade, sangat berharap bahwa hutan tropis Indonesia terus dikembangkan sebagai supplier O2 dunia. Australia telah teken kontrak dengan Pemda Sumatera Barat untuk membeli O2 yang dihasilkan dari Hutan Tropika Basah diwilayah itu.

Tetapi Provinsi Kalimantan Timur nampaknya memelopori agar seluruh provinsi di Kalimantan tidak menjual O2 dari hutan di Kalimantan. Pemerintahan baru Presiden Joko Widodo tentu perlu diketahui kebijakannya tentang masalah ini. John Kerry nampaknya sudah menyampaikan “proposal” untuk kepentingan pertumbuhan industry USA.

Namun permasalahan utama terletak pada kemampuan rakyat penduduk wilayah hutan untuk tetap mempertahankan bahkan meningkatkan luasan hutan guna menhasilkan O2. Kemiskinan merupakan ancaman nyata terhadap wilayah hutan. Belum lagi perbedaan visi tentang hutan dari kalangan agro industry dan pertambangan dalam negeri.

Sampai hari ini Industri dan pertambangan masih  menjadi sumber utama pendapatan negara adalah realitas yang tak bisa dikesampingkan pemerintahan baru Presiden Joko Widodo. Apakah kebijakan pemerintahan baru ini nantinya juga berorientasi pada kepentingan negara negara G20 dengan alasan Indonesia masuk dalam kelompok G20? Nampaknya Indonesia harus keluar dari G20 untuk tidak terperangkap pada skema REDD yang tidak menguntungkan kepentingan nasional Indonesia.

Mohon dikoreksi data bahwa kebijakan yang sedang berjalan sepakat menerima harga USD 40 untuk setiap hektar hutan tropis per tahun yang menghasilkan O2. Jika kita “menjual” 3.750.000 hektar dengan harga USD40/Ha/tahun. Penerimaan dari hasil penjualan ini adalah USD 151.200.000 per tahun. Nampaknya angka ini merupakan penerimaan negara yang “cukup besar”. Benarkah?

Jika pemerintahan baru Presiden Joko Widodo melakukan kebijakan pro rakyat , menurut saya kebijakan pemerintahan SBY perlu dikoreksi. Harga jual O2 per Ha hutan tropika basah Indonesia perlu di renegosiasi. Harga USD40/Ha O2/Tahun sangat tidak masuk akal dikaitkan dengan pentingnya peranan masyarakat diwilayah hutan untuk memelihara hutan dilingkungan mereka sendiri.  Kemampuan memelihara hutan dengan ratio 0,25 hektar / KK.  Jika seluruh hasil penjualan tersebut diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah hutan. Pendapatan yang mereka terima hanya Rp.10.500 / KK/Bulan atau Rp.126.000 per tahun. Dibawah ini saya coba tampilkan matrik ratio pendapatan berbanding “penjualan” O2 per hektar hutan tropika basah Indonesia.

[caption id="attachment_371275" align="alignnone" width="602" caption="Ratio harga O2 berbanding Pendapatan Masyarakat Wilayah Hutan"][/caption]

Pada  tabel terakhir adalah harapan agar Pemerintah Presiden Joko Widodo dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bermukim di wilayah hutan. ( Syam Jr )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline