Lihat ke Halaman Asli

Rekomendasi Penghapusan Premium Semoga Bukan Sesat Pikir

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jum'at malam 5 Desember 2014 saya coba perkirakan konsumen BBM akan beralih dari Premium ke Pertamax. Migrasi konsumen BBM menjadi isu publik yang banyak dibicarakan para "pakar ekonomi", tetapi meski bukan pakar tentu tidak dilarang untuk ikutan sok jadi "pakar" he he he . Mengapa? Karena katanya perbedaan harga mendorong konsumen untuk menggunakan BBM yang paling ekonomis.

Premiun sekarang harganya resminya Rp.8.500/liter berbanding Pertamax Rp.9.800/liter, bedanya Rp.1.300/liter. Dispparitas harga ini akan lebih menarik konsumen untuk membeli Pertamax. Meski mahal tapi katanya jenis dengan RON (Research Octane Number) 92 lebih bertenaga dan ramah lingkungan. Beban biaya pemeliharaan mesin mobil labih ringan. Nah soal ramah lingkungan inilah yang membuat konsumen lebih memilih Pertamax. "Anggap saja beramal jariah, ikutan mengurangi pencemaran udara".

Tim Reformasi Tata Kelola Migas terbukti merekomendasikan penhapusan Premiun RON 88, mengusulkan 100% menggunakan RON 92 alias Pertamax. Aneh juga deskripsi kerjanya reformasi tata kelola, tetapi rekomendasinya tentang komoditas. Apakah sebenarnya arti dan makna Tata Kelola. Saya kira frasa tata kelola menyangkut sistem (subjek) bukan barang atau komoditas yang dikelola (obyek).

Tetapi seperti disiarkan berita televisi, Pertamina hanya mampu produksi Pertamak sekita 1 juta kilo liter (1.000.000.000 ) liter. Sedangkan pemakaian sekitar 17.500.000.000. liter Pertamax dikurangi produksi Pertamina 1 milyar liter per tahun. Jika Premium RO 88 dihapuskan sebagaimana rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Maka Pertamina harus mampu sumplai sekitar 16,5 juta kiloliter guna memenuhi permintaan konsumen.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Jalil menyatakan bahwa penghapusan premiun dan menggantikannya dengan Pertamax harus mempertimbangkan kemampuan produksi RON 92 jika tidak maka impor akan membengkak. Begitu kurang lebih pernyataan beliau. Faktanya memang Pertamina hanya mampu produksi Pertamax sekitar 1 juta kiloliter.

Pada sisi pandang pedagang atau "pemain BBM". Rekomendasi tersebut bermakna meningkatrnya konsumsi Pertamax dalam negeri. Terdapat potensi pasar sekitar 16,5 milyar liter per tahun. Jika dikalikan dengan harga Rp.9.800 / liter = Rp.161.700.000.000.000 ( Seratu enampuluh satu trilun tujuh ratus miliar rupiah ) potensi pembelian di pasar dalam negeri Indonesia.

Tanpa KKN tanpa korupsi, "saya" tawarkan siapa yang mau buka kios jualan Pertamax? Pengusaha asing tidak boleh invest SPBU kecuali bekerja sama dengan saya...... he he he

Notes : Bukan bermaksud mengatakan sebagai #SesatFikir rasanya memang ada yang perlu klarifikasi. Aneh juga deskripsi kerjanya reformasi tata kelola, tetapi rekomendasinya tentang komoditas. Apakah sebenarnya arti dan makna Tata Kelola. Saya kira frasa tata kelola menyangkut sistem (subjek) bukan barang atau komoditas yang dikelola ( obyek).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline