Lihat ke Halaman Asli

Samsul Rumasoreng

Mahasiswa Pascasarjana SPL-IPB University

Belajar dari Orang Bodoh

Diperbarui: 24 Juli 2018   19:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok : Saat Kegiatan Bacarita Anak Kampoeng Yang Diselenggarakan Oleh Cruw Rumah Baca Kapata Negeri Sawai

Kita terlalu banyak menghabiskan waktu untuk duduk di warung copi dan bercerita tentang cinta dan politik.

Waktu yang terbuang bersama nyayian-nyayian itu pun akan hilang dengan satu kali ganti tempat duduk.

Seakan kita lebih suka memantapkan teori ketimbang terjun langsung ke lapangan, besic kita kuat tapi akan lumpuh di makan sama impian kita yang kosong.

Lalu tiba-tiba waktu-nya kita berani berteriak, seakan kita peduli kepada mereka melalui media-media teknologi dan memberikan penghargaan atas derita yang dicapai. Tapi kata-kata itu akan hilang dengan satu kali perubahan status.

Mungkin tujuan kita di jenjang pendidikan, berusaha semaksimal mungkin untuk hasil yang bagus. Tapi rasanya kamu keliru dalam memahami pendidikan. Apakah hasil dari tujuan kita adalah pekerjaan, bukan seperti yang kamu pikirkan. Pendidikan hanya mampu memberikan pemahaman tentang bagaimana nantinya kita terlihat dewasa memutuskan persoalan dengan melihat latar belakang dalam pencapaian bersama. Bukan untuk kemenangan merebut kekuasaan ketika mendapat pekerjaan. Contoh kasusnya seperti berikut :

Nelayan-nelayan kita di pesisir Indonesia hanya memodalkan pengalaman ketimbang berteori di warung copi untuk bahas hasil pendapatan tangkapan ikan, ekonomi-nya miris di telingan. Hasil pendapatan mereka pun kadang naik turun, pengaturan uang masuk belum di pahami dengan baik karna sistem pengeluaran mereka masih pakai manual, belum terkontrol secara manajemen. Itu sebabnya kasus kemiskinan Indonesia di huni oleh nelayan.

Pada kasus di atas, dapat diketahui bahwa nelayan hanya mendapat pendidikan ketika melaut. Sedangkan kita sebagai seorang pendidikan mendapatkan pendidikan dengan berada di dalam ruangan, ilmu yang diberikan bersifat hayalan. Tinggal pembuktiannya ada pada masyarakat, apakah ilmu yang di dapatkan betul adanya. Hanya saja kita terlalu berangapan bahwa apa yang di sampaikan pengajar benar adanya, sehingga pikiran kita terpokus pada objek dan membenarkan semuanya. Padahal tanpa di sadari mereka juga manusia biasa yang mempunyai keterbelakangan pendidikan tentang informasi yang ada pada masyarakat, tinggal kita sebagai pendidikan melihat indikator keberhasilan manakah yang mau di lalui. Bukan berada tempat yang sama, dengan topik yang sama. Tapi berat di kerjakan.

Kesimpulannya terletak pada kemauan, apakah kita terus mengantomi pikiran dan informasi terus menerus dan menyampaikan melalui media sosial tanpa harus bertindak. Masyarakat hanya perluh generasi ini bertindak dengan ilmu yang di dapat, bukan mencelah apa yang di lakukan masyarakat. Masyarakat cuman memerlukan bimbingan, makanya dia perluh generasi untuk menjadi teman diskusi. Sebab kerusakan yang terjadi pada alam sekitar, ketika terjadi penabangan liar, pemoboman ikan di laut dapat merusak keberlanjutan habitat. Sehingga kepunahan terjadi. Itu bukan secara merta mereka menjadi indikator permasalahan, tapi mungkin mereka perluh teman untuk berdiskusi. Semua ada pikiran kita, apa kita yang di ceritakan soekarno waktu itu atau bukan. Hanya saja catatan bob sadino dalam bukunya tentang belajar dari orang bodoh mengatakan " Sekolah Terbaik Adalah Sekolah Jalanan, Yaitu Sekolah Yang Memberikan Kebebasan Pada Muridnya Untuk Kreatif ".

#Salam

#KompasianerAmboina

#RumahBacaKapataNegeriSawai

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline