Covid 19, membuat pilihan sulit -- Keluar terancam virus namun di rumah dalam rangka PSBB bukan berarti aman. Terutama anak-anak yang lebih banyak menghabiskan waktunya dengan beraktivitas secara Online,ini membuka risiko bagi anak-anak terpapar risiko digital, antara lain kekerasan sexual digital.
Data sudah bicara, Di Eropa -- laporan Euro.com melaporkan terjadinya peningkatan kekerasan sexual pada anak-anak selama pandemi, ini menyebabkan volume konten digital yang diproduksi meningkat secara eksponensial, dan membuatnya lebih sulit untuk dipilih dan diteliti.
Internet Watch Foundation, sebuah badan amal Inggris yang mengidentifikasi konten pelecehan seksual anak Online, juga harus beroperasi pada kapasitas yang berkurang dan telah memperingatkan bahwa jumlah gambar pelecehan seksual anak yang dihapus secara global telah turun 89% selama pandemi.
Memanfaatkan kelemahan ini, distributor materi eksploitasi seksual anak menjadi berani dan menargetkan platform utama untuk menjangkau khalayak yang lebih luas. , Polisi Federal Australia mengumumkan telah merusak jaringan pelaku pelecehan seksual anak, peringatan eksploitasi anak di Australia menjadi lebih produktif ... jenis pelanggaran ini menjadi lebih keras dan kurang ajar.
Juga di Amerika. Lalu bagaimana di Indonesia ? lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) juga mencatat peningkatan aduan secara Online kekerasan selama pandemi. Sejak 16 Maret sampai 16 April 2020, lembaga ini menerima 97 aduan yang terdiri dari kekerasan verbal, fisik, seksual, psikis, dan ekonomi. KDRT menduduki peringkat satu jumlah aduan terbanyak, yaitu 33 kasus, disusul oleh KBGO dengan jumlah 30 kasus.
Dalam rilis pers LBH APIK yang diluncurkan 21 April lalu, bentuk KBGO yang dilaporkan kepada mereka berupa pelecehan seksual secara Online, ancaman penyebaran konten intim dengan motif eksploitasi seksual, hingga pemerasan. (https://magdalene.co/story/tak-cuma-kdrt-kekerasan-seksual-online-turut-naik-selama-pandemi).
Lalu kenapa saat Pandemi Bisa meningkat ?
Mengacu kepada hasil Peneliti PBB Norway. Livingstone dan Haddon (2016) bahwa terdapat tiga sumber risiko untuk anak-anak di Internet, beberapa atau semuanya dapat mengakibatkan kekerasan seksual dalam satu atau lain jenis, yaitu Koten, Kontak Dan Perilaku , maka dapat diidentifikasi bahwa selama pandemi Covid 19 ini :
Pertama : Jumlah Konten dan Akses Ke Konten Yang Meningkat.
Jumlah waktu Internet seorang anak, meningkat pesat -- selain studi saat Belajar dari rumah, anak-anak mereka memiliki banyak waktu untuk memperbanyak konten sendiri dan berkesempatan melihat banyak konten. Disisi lain, dari laporan Internet Watch Foundation, mengungkap bahwa COVID-19 menciptakan tantangan lain untuk menjaga ketertiban di internet, ini disebabkan perusahaan teknologi seperti Facebook dan Youtube telah mengirim pulang moderator konten dan lebih mengandalkan sistem otomatis yang kurang akurat daripada pengulas manusia dalam mengenali materi ilegal.
Dampaknya ? Anak-anak memiliki peluang untuk mengakses konten yang kurang baik. Hasil Penelitian tentang Kekerasan Seksual Anak Terhadap Anak. Penelitian ini dilakukan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Yogyakarta (B2P3KS) bekerja sama dengan End Child Prostitution, Child Pornography & Trafficking Of Children For Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia, menunjukkan bahwa salah satu faktor yang paling berpengaruh pada peningkatan tidak kekerasan seksual pada anak adalah konten pornografi. 43% anak-anak sudah kecanduan hal-hal porno.
Kecanggihan dan kian murahnya beragam gadget dan meningkatnya waktu penggunaan Online membuat anak-anak mudah menerima dan melihat dalam waktu yang lama terkait pornografi, Tidak jarang mereka mempertukarkan foto atau alamat situs dan membuat para remaja dan anak "terjangkit " kecanduan parah dan ini merupakan pemicu kekerasan seksual karena mereka kurang bisa mengendalikan hasratnya.