Lihat ke Halaman Asli

Bangsa Kodok, Raja Kayu, dan Seekor Bangau

Diperbarui: 14 Mei 2020   00:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dari www.greatbigcanvas.com

Mana yang lebih baik bagi keselamatan bangsa kodok? Memiliki raja berupa sebatang kayu atau dipimpin seekor bangau? Atau...

Tergebuk pagebluk, bikin lebih sering di rumah. Agak lebih sering membaca buku. Kebanyakan membaca ulang koleksi buku lama. Ketika pulang kampung dua tahun lalu, koleksi buku ditinggal di rantau.

Salah satu fabel yang ditulis Aesop, terselip di buku Revolusi Sebatang Jerami karya Masanobu Fukuoka. Tentang bangsa kodok yang menginginkan pemimpin.

Cuplikan itu mendorong saya membaca lagi kumpulan dongeng Aesop versi PDF yang pernah saya unduh bertahun lalu.

Alkisah, di sebuah rawa yang tenang, hiduplah sekelompok kodok. Kehidupan mereka setenang rawa. Terlalu tenang. Tak ada yang bikin masalah.

Sebagian kodok merasa ada yang salah pada kehidupan mereka. Mestinya mereka memiliki seorang raja dan peraturan yang jelas. Mereka meminta supaya Dewa mengutus sang raja. Supaya ada yang mengatur dan melindungi kehidupan bangsa kodok.

Sambil tertawa karena kaok parau para kodok, Sang Dewa pun mengabulkan.  Sepotong balok kayu besar dia lemparkan ke rawa. Sang raja yang dijatuhkan dari langit menimpa muka air rawa. Semula tenang jadi gelombang. Buncah. Para kodok ketakutan, bersembunyi, menyelam.

Sereda gelombang, rawa menenang. Beberapa ekor kodok memberanikan naik ke permukaan. Mengintip sang raja utusan dewa. Balok kayu yang diam. Terapung. Tak tenggelam.

Karena sang raja mematung, para kodok memberanikan diri mendekati sang raja. Tak lama, mereka mulai berlompatan. Duduk di balok. Bosan duduk mereka menari-nari. Melakukan apapun di atas tubuh sang raja. Bahkan mengolok-olok sang pemimpin pilihan dewa.

Meski para kodok menunggangi tubuhnya yang terapung dan sesekali diombang-ambing gerak muka air, sang raja hanya diam. Bergeming. Tak marah. Bahkan tak berpikir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline