Lihat ke Halaman Asli

Mengendara Khayal

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12911415391007198372

[Juga dicatatkan sebagai kekaguman pada Nang Seno]

[caption id="attachment_77802" align="alignright" width="300" caption="jenis-jenis bunga samara atau bunga bersayap"][/caption] Khayalan, imajinasi, impi adalah wahana transportasi paling canggih yang dimiliki manusia. Khayalan hanya butuh sepersekian detik untuk mengantarkan kita ke tempat lain, masa lain, dimensi lain, dunia lain. Mungkin lebih cepat dibanding 1/1000 detik yang dibutuhkan Retsu Ichijouji untuk berubah wujud jadi Gaban.

Sama halnya dengan khayal. Impi di kala lelap mata terpejam mengantarkan saya kopi darat dengan orang-orang terkasih yang tak mungkin tertemui lagi, orang-orang tak dikenali, dan yang bukan orang.

Sebagai alat bepergian, khayalan pastilah pula lebih canggih dari sakadar baling-baling bambu atau pintu kemana saja rekaan Fujiko F. Fujio. Lebih canggih ketimbang lubang cacing yang mengantarkan Rhapsonaldy ke dunia para Heneky.

Mengendarai khayalan Cyrano de Bergerac dan Jules Verne bahkan pendongeng-dongeng purba sudah mencapai bulan jauh sebelum Edwin Aldrin dan Neil Armstrong diberitakan menginjak permukaan bulan. Bila corat-coret da Vincy (yang saat itu mungkin beliau sekadar iseng) memang dimaksudkan untuk helicopter --bukan pembangkit listrik nan luar biasa seperti yang dikemukakan kalangan pendebat, maka sang pawang Monalisa ini sudah terantarkan oleh khayalannya ke satu masa. Masa yang lebih keren ketimbang saat helikopter Apache AH-64 milik Amerika Serikat memerahkan tanah Panama, Bosnia, Kosovo, dan Irak. Demikian juga dengan satu corat-coret da Vinci yang dikenal dengan ornihopter.

Sekitar 1 dekade silam, saat krisis energi sudah mulai jadi isyu kawan-kawan pemerhati, saya sempat bertemu Lang Ling Lung. Perkenankan saya menamai sang jenius dan eksentrik begitu. Seperti tokoh jenius dalam khayalan Walt Disney. Laboratorium yang saya kunjungi mirip dengan lapak barang bekas. Keadaannya mengingatkan saya pada The Jones Salvage Yard, di Rocky Beach. Itu, lapak barang bekas milik Paman Titus, yang jadi sangkar Jupe, Pete, dan Bob. Trio detektif rekaan Alfred Hitchcock.

Di sana terpancang sebuah kincir angin model sumbu ulir temuan sang Jenius. Dirangkai dengan bahan bekas. Pada saat itu kalau tak salah ingat, selain dimanfaatkan untuk memompa air dari sumur, kincir sumbu ulir bisa dipakai untuk membangkitkan listrik hingga 2500 watt. Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Kampung Nyomplong, kampung terdekat dengan tempat saya berkebun (Cijapun), yang hanya sekitar 30 rumah, cukup 5-6 kincir. Atau besarkan saja kincirnya! Biayanya saat itu saya taksir sekitar 25 juta rupiah per unit. Sementara angka subsidi listrik pada masa itu hanya tujuh per sepuluh jumlah kerugian negara yang katanya digondol Bank Century.

Um, bayangkan berapa banyak pembangkit listrik macam ini bisa dibangun dengan dana subsidi atau yang kelak dicolong maling duit negara? Berapa kekuatan energi dibangkitkan? Berapa jumlah desa terterangi? Hanya dengan merangkul kekuatan angin yang selalu dihembuskan alam.

Sementara satu dekade lalu, rezim sedang termehek-mehek mengubah Undang-Undang kelistrikan, dan sibuk aksi tari perut di depan calon penanam modal asing yang meneteskan liur untuk membangun pembangkit listrik raksasa. Semuanya berbasis bahan bakar fosil (11 batubara, 6 gas alam, dan 9 panas bumi).

Masih banyak temuan Lang Ling Lung yang sederhana tapi luar biasa. Sebuah parabola hitam untuk pemanas air, dan lain-lain. Teristimewa adalah perpustakaannya, berdinding pecahan kaca warna-warni yang dijahit dengan kawat. Ketika sinar matahari menembus dinding… wuih, saya bisa betah berada di dalam perpustakaan penuh buku-buku teknik tak saya mengerti itu.

Kembali ke Lang Ling Lung. Dia adalah Nang Seno, begitu Mohammad Setia Aji Sastroamidjojo menyebut namanya di hadapan kami yang bertamu. Seorang Master Nuklir lulusan Massachussetts Institute of Technology (MIT) dan University of California Los Angeles (UCLA) Amerika Serikat ini tergila-gila pada energi terbarukan. Berpasang dengan dr. Pustika, mereka adalah orang tua Seno Gumira Ajidharma, teman si Sukab.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline