Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Paling Indah Sedunia

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_296700" align="aligncenter" width="625" caption="penyeberangan waiyevo-natuvu. (dok. syamar)"][/caption]

Hari itu air laut di selat Somosomo amat tenang. Langit cerah. Berbeda jauh dengan sehari sebelumnya.

Ketika angin ribut akibat tekanan udara rendah, menyapu wilayah kepulauan Fiji dengan kecepatan mencapai 90 km/jam (Fiji Times). Angin kencang di musim badai cyclone. Meski tak timbulkan badai besar seperti Badai Evan seperti tahun 2012, tapi membawa hujan besar yang merendam beberapa wilayah seperti kawasan Nadi dan Sigatoka, bahkan membuat laut bergolak hingga kapal laut tak dizinkan berlayar.

Badai sudah reda. Pelayaran kembali berjalan semestinya. Perjalanan saya tak bisa lagi ditunda. Meninggalkan Taveuni dengan kapal kayu dari pelabuhan kecil Waiyevo. Menyeberangi selat Somosomo, dan akan berlabuh di pelabuhan kecil Natuvu Creek, di teluk Buca, Pulau Vanualevu. Dalam 90 menit, akan sampai di tujuan

Kapal kayu ini membawa 30-an orang penumpang duduk di bangku kayu berjajar dengan pola tombak mata tiga. Saya sesekali menengok ke arah laut di arah punggung. Airnya tenang, biru. Di kejauhan tampak gugusan pulau-pulau menghijau. Selebihnya mencatat hal-hal remeh di buku catatan. Lalu mencoba untuk tidur karena tak ada kegiatan lain yang menarik untuk dilakukan.

Sambil menunduk memancing kantuk, sebuah ransel kecil tak jauh dari kaki kanan saya digeser menjauh. Ada lempeng plastik bertulis mirip kartu nama terkait di kepala resleting. Bapak-bapak bule yang duduk di sebelah kanan saya. Orang yang menggeser ransel itu. Ternyata dia bukan turis. Di bawah namanya yang saya baca sekilas, tertulis Konsultan Khusus Wisata Selam.

Gerakan ransel membuat saya menoleh. Si bapak bule tersenyum menyapa. Kami bercakap ringan.

Ibu-ibu bule yang saya kira istrinya menyimak sambil tersenyum di bangku kayu seberang posisi saya dan suaminya. Kepada saya datang pertanyaan yang terlalu sering saya terima setiap berkenalan. Bahkan sering pertanyaan semacam itu harus saya terima ketika berpapasan dengan seseorang di jalan, pelayan warung kopi, bahkan anak-anak sekolah di terminal bis. Tentang negara asal.

Saya tak balas bertanya mereka berasal dari negara mana.

Dia sudah lima kali ke Indonesia. Ke Bunaken, Lombok, Pulau Komodo, dan entah kemana lagi. Istrinya mengenang-ngenangkan pengalaman menyenangkan selama di Ubud.

Takut mereka juga mengalami kebosanan menghadapi pertanyaan semacam itu. Tapi mereka mengaku sudah menjadi warga Fiji sejak dua puluh tahun lalu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline