Pendidikan Kesehatan Dalam Upaya Pencegahan Kanker Serviks Pada Wanita Usia Subur. Di Indonesia kanker serviks (kanker leher rahim) merupakan kanker kedua paling banyak diderita wanita setelah kanker payudara. Beberapa faktor mengakibatkan terjadinya kanker serviks adalah terlambatnya deteksi diniyang dilakukan oleh wanita karena kurangnya pengetahuan tentang kanker serviks, misalnya untuk menjaga kebersihan daerah kewanitaan (vagina) sangatlah penting dilakukan khususnya untuk wanita. ngka kejadian penyakit kanker di Indonesia (136.2/100.000 penduduk) berada pada urutan8 di Asia Tenggara, sedangkan di Asia urutan ke 23. Angka kejadian tertinggi di Indonesia untuk laki laki adalah kanker paru yaitu sebesar 19,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 10,9 per 100.000 penduduk, yang diikuti dengan kanker hati sebesar 12,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 7,6 per 100.000 penduduk. Sedangkan angka kejadian untuk perempuan yang tertinggi adalah kanker payudara yaitu sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk yang diikuti kanker leher rahim sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk.Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi tumor/kanker di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan dari 1,4 per 1000 penduduk di tahun 2013 menjadi 1,79 per 1000 penduduk pada tahun 2018. Prevalensi kanker tertinggi adalah di provinsi DI Yogyakarta 4,86 per 1000 penduduk, diikuti Sumatera Barat 2,47 79 per 1000 penduduk dan Gorontalo 2,44 per 1000 penduduk.
Meningkatnya jumlah kasus baru kanker serviks di Indonesia pada setiap tahunnya ini dapat menjadi ancaman besar bagi dunia kesehatan, karena mayoritas penderitanya baru terdeteksi dan datang pada stadim lanjut. Padahal kanker serviks dapat dicegah dan terdeteksi lebih awal jika wanita usia subur mempunyai pengetahuan yang baik dan kesadaran melakukan deteksi dini. Permasalahan kesehatan reproduksi yang ditemukan oleh penulisdi Dusun Ringinsari Bokoharjo Prambanan Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta adalah faktor yang membuat telambatnya deteksi dini yang dilakukan oleh wanita karena kurangnya pengetahuan tentang kanker serviks, misalnya untuk menjaga kebersihan daerah kewanitaan (vagina) sangatlah penting dilakukan khususnya untuk wanita dan bagaimana cara mendeteksi dini agar wanita tidak terkena kanker servik. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa wanita didapatkan hasil ada beberapa wanita yang mengatakan tidak tahu informasi tentang kanker serviks yang diantaranya bagaimana pemeriksaannya dan dimana harus memeriksakannya. Disinilah pentingnya peran tenaga kesehatan untuk melakukan pendidikan kesehatan terkait deteksi dini kanker serviks kepadamasyarakat.Pengetahuan dan kesadaran masyarakat terutama wanita terhadap kesehatan reproduksinya dinilai masih kurang. Selama ini penyuluhan kesehatan juga dinilai masih kurang untuk masyarakat yang tinggal di pedesaan. Pendidikan kesehatan merupakan metode yang baik untuk memberikan informasi kesehatan reproduksinya kepada masyarakat khususnya wanita, tentang kanker serviks dan cara mendeteksi dini kanker serviks sehingga dapat menurunkan angka kematian.
Pendidikan kesehatan dalam upaya pencegahan kanker serviks sangatlah penting dikarenakan bahwa dengan semakin banyak seseorang mengetahui informasi atau pengetahuan tentang kanker serviks, maka semakin banyak pula para wanita usia subur khususnya dapat melakukan pemeriksaan secara dini untuk mencegah adanya keterlambatan dalam penanganan. Banyak pengetahuan tentang deteksi dini kanker serviks, ibu menjadi banyak tahu tentang pentingnya pemeriksaankanker serviks. Wanitayang tidak melakukan pemeriksaan kanker serviks dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab antara lain : faktor pengetahuan, faktor pendidikan, faktor usia dan faktor ekonomi. Namun diketahui hal ini tidak cukup untuk mengubah suatu perilaku dikarenakan banyak faktor yang lainnya. Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010) terdapat faktor pendorong (predisposing faktors) merupakan faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya. Faktor pemungkin (enabling factors) merupakan faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor pemungkin maksudnya adalahsarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya: Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga, makanan bergizi, uang dan sebagainya. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku