Lihat ke Halaman Asli

Kelebihan dan Kekurangan RUU Cipta Kerja

Diperbarui: 26 Januari 2021   14:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang yang kontroversi bagi rakyat Indonesia. Pasalnya undang-undang ini terlalu melemahkan banyak pihak terutama para buruh. Sejumlah aktivis turun ke jalan untuk menentang berbagai poin dari undang-undang tersebut, banyaknya dari para mahasiswa. Mahasiswa menjadi peran penting untuk menjadi penyambung lidah dari beberapa pihak yang ingin memberikan aspirasi nya pada pemerintah. Mirisnya, beberapa oknum yang bukan dari mahasiswa merusak beberapa porperti jalanan dengan menunggangi nama mahasiswa.

            Menurut Fraksi Rakyat Indonesia dalam keterangan pers, Selasa (6/10/2020), setiap pasal-pasal dalam RUU Omnibus Law justru menunjukkan negara mengabaikan hak rakyat untuk hidup bermartabat dan justru mempercepat perusakan lingkungan.

            Sebelum memberikan statement tidak setuju pada RUU Cipta Kerja, baiknya kita mengetahui terlebih dahulu poin-poinnya. Berikut poin-poin yang terdapat dalam RUU Cipta Kerja:

  • Jam Kerja/Hari Libur
  • Jam Kerja
  • Waktu kerja lembur menjadi 4 jam per hari dan 18 jam per minggu. Pada UU sebelumnya, disebutkan waktu kerja lembur paling banyak hanya 3 jam per hari dan 14 jam per minggu.
  • Hari Libur Mingguan
  • Hari libur bekerja atau istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja. Artinya, dalam seminggu hari kerja sebanyak 6 hari itu liburnya 1 hari. Ini berbeda dengan UU 13/2003 yang mencantumkan bahwa istirahat mingguan sesuai Pasal 79 ayat (2) huruf b ada 2 pilihan, yakni istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam satu minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam satu minggu.
  • Istirahat Panjang
  • Tidak ada kewajiban bagi perusahaan atas pemberian istirahat panjang. Jadi, hak cuti panjang selama 2 bulan bagi pekerja/buruh yang sudah bekerja selama 6 tahun secara terus menerus yang selama ini berlaku di UU sebelumnya itu diserahkan sebagai kewenangan perusahaan.
  • Cuti Haid
  • Tidak tercantum cuti haid bagi perempuan di hari pertama dan kedua. Namun, belum bisa dipastikan apakah pasal terkait hak cuti haid diubah atau dihilangkan.
  • Cuti Hamil/Melahirkan
  • Tidak tercantum mengenai cuti hamil dan melahirkan. Namun, sama seperti pasal cuti haid, belum bisa dipastikan apakah pasal terkait hak cuti hamil/melahirkan diubah atau dihilangkan.
  • Hak menyusui
  • Tidak tercantum mengenai hak cuti menyusui. Pasal ini juga belum bisa dipastikan apakah diubah atau dihilangkan.
  • Status Pekerja/Karyawan
  • Pasal mengenai PKWT yang ada di UU Ketenagakerjaan dihapus. Tidak ada ketentuan yang mengatur tentang syarat Pekerja Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
  • Upah
  • Aturan mengenai pengupahan diubah menjadi 7 kebijakan, diantaranya :
  • Upah minimum
  • Struktur dan skala upah
  • Upah kerja lembur
  • Upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu
  • Bentuk dan cara pembayaran upah
  • Hal-hal lain yang dapat diperhitungkan dengan upah
  • Upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya

Sebelumnya dalam Pasal 88 ayat (3) UU Ketenagakerjaan disebutkan ada 11 kebijakan pengupahan. 4 ketentuan terkait pengupahan pada UU 13/2003 yang dihapus dalam UU Cipta Kerja ini adalah:

  • Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
  • Upah untuk pembayaran pesangon
  • Upah untuk perhitungan pajak penghasilan
  • Denda dan potongan upah

Sedangkan ketentuan dalam RUU Cipta Kerja, meliputi:

  • Upah Satuan Hasil dan Waktu

Dalam UU Cipta Kerja ini, diatur mengenai upah satuan hasil dan waktu. Upah satuan hasil adalah upah yang ditetapkan berdasarkan satu waktu seperti harian, mingguan atau bulanan. Ini termasuk juga upah per jam. Upah satuan hasil ini ditetapkan berdasarkan hasil dari pekerjaan yang telah disepakati.

  • Upah Minimum
  • Di UU Omnibus Law Cipta Kerja ini, upah minimum disebutkan hanya berupa Upah Minimum Provinsi (UMP). Artinya, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tidak digunakan lagi. Sehingga penentuan upah minimum berdasarkan provinsi atau UMP.

  • Rumus Penghitungan Upah Minimum
  • Dalam menghitung besar upah minimum, dalam UU Cipta Kerja digunakan rumus:

UMt + 1 = UMt + (UMt) x % PEt)

Keterangan:

UMt: Upah minimum tahun berjalan

PEt: Pertumbuhan ekonomi tahunan

Tidak memasukkan perhitungan inflasi, tetapi menjadi pertumbuhan ekonomi daerah

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline