Lihat ke Halaman Asli

Syalsabila RahmahLubis

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Rumah di Tengah Impian

Diperbarui: 23 Desember 2024   15:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerpen 

Rumah di Tengah Impian

Oleh: Syalsabila Rahmah Lubis  

Tika berdiri di depan jendela kecil kamarnya, memandang hamparan sawah yang luas dan menguning keemasan. Udara pagi terasa segar, dan angin berhembus lembut, membawa aroma tanah yang subur. Begitu indah pemandangan yang terbentang, namun bagi Tika, itu lebih dari sekadar keindahan alam. Setiap inci sawah yang dilihatnya adalah saksi bisu dari segala impian yang tersimpan dalam hatinya. Di sana, impian-impian besar dipupuk dengan penuh harapan.  

"Ibu," gumam Tika dalam hati, "Suatu hari nanti, kita akan memiliki rumah yang luas dan indah, jauh dari kehidupan sempit seperti sekarang."  

Sejak kepergian ayahnya dua tahun yang lalu, Tika dan ibunya harus berjuang melewati banyak kesulitan. Ibunya, seorang penjual kue keliling, harus memikul beban hidup seorang diri. Tika, yang dulu selalu mendapat perhatian dan perlindungan dari sang ayah, kini merasa harus menjadi tulang punggung keluarga, meski masih seorang mahasiswa. Setiap hari adalah perjuangan tanpa henti.  

Setelah kuliah, Tika selalu membantu ibunya membuat kue untuk dijual. Setiap adonan yang diuleni dan setiap kue yang dihias bukan hanya sekadar pekerjaan, tetapi juga cara Tika menjaga harapan mereka untuk masa depan yang lebih baik. Meskipun padat, rutinitas ini sudah menjadi bagian dari hidupnya. Namun, di balik kesibukan itu, impian tentang sebuah rumah yang nyaman terus menghantui pikirannya.  

Tika tidak pernah berhenti berpikir tentang bagaimana caranya mewujudkan impian tersebut. Baginya, rumah bukan sekadar bangunan, tetapi tempat yang akan memberi kedamaian dan kebahagiaan bagi dirinya dan ibunya. Namun, ia juga tahu bahwa impian besar membutuhkan perjuangan yang tak kenal lelah.  

Suatu hari, Tika menemukan sebuah pengumuman yang menggugah hatinya di papan informasi kampus. Lomba menulis esai bertema *"Perempuan dan Perubahan"* diselenggarakan oleh fakultas. Tika merasa ini adalah kesempatan yang tepat. Ia bisa menulis tentang perjuangan ibunya, sosok perempuan tangguh yang membesarkan dirinya seorang diri setelah kepergian ayah. Dengan tekad yang bulat, Tika memutuskan untuk mengikuti lomba itu.  

Malam itu, dengan cahaya lampu meja yang temaram, Tika mulai menulis. Kata-kata mengalir begitu saja, seolah semua perasaan yang tertahan selama ini keluar melalui pena. Ia menulis tentang ibunya yang tak kenal lelah berjualan kue, tentang bagaimana ibunya memberikan contoh ketangguhan dan kasih sayang tanpa batas. Tika menggambarkan ibunya sebagai simbol kekuatan perempuan yang sederhana, namun penuh daya juang.  

Selama seminggu, Tika tak berhenti merevisi tulisannya, berusaha agar setiap kalimat bisa menyentuh pembacanya, seperti halnya ibunya selalu memberi kekuatan untuknya. Hari pengumuman pemenang lomba tiba, dan Tika hampir tak bisa menahan rasa gugup. Ketika namanya disebut sebagai pemenang pertama, dadanya berdebar kencang. Hadiahnya berupa sejumlah uang tunai yang cukup besar. Tika tahu, hadiah itu bukan hanya sekadar uang, tetapi modal untuk masa depan yang lebih cerah.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline