Selalu jadi kambing hitam. Itulah Nasib dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), yang terus-terusan dituding sebagai penyebab kotornya udara di langit Jakarta. Bahkan, tak sedikit pula ada pihak yang meminta Pemerintah segera menyuntik mati PLTU. Faktanya, penyebab terbesar justru ada pada transportasi berbahan bakar fosil.
Kabar ini tentu saja begitu seksi dan menjadi sorotan publik, terlebih lagi karena tidak terlepas dari masuknya DKI Jakarta sebagai kota besar dengan tingkat polusi kedua tertinggi di dunia seperti dilansir IQAir.
Sampai akhirnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun mengundang berbagai pihak yang berkepentingan untuk mencari solusi mengatasi kotornya udara Jakarta.
Tudingan terhadap PLTU sebagai penyebab utama polusi di Jakarta, tak pelak membuat Edwin Nugraha Putra menepisnya.
Direktur Utama PLN Indonesia Power (PLN IP) mengatakan bahwa teknologi ramah lingkungan paling mutakhir ini telah diadopsi pada PLTU di sekitar Jakarta.
"Ada Electrostatic Precipitator (ESP) serta Continuous Emission Monitoring System (CEMS)," kata Edwin, seperti dikutip Tempo.co (24/8/2023)
Teknologi-teknologi ini terpasang pada tiap cerobong pembangkit listrik untuk mengontrol emisi gas buang, termasuk juga mengatasi partikel berbahaya seperti PM 2.5.
PM 2.5 merupakan materi partikulat atau particulate matter (PM) yang mengacu pada partikel di udara seperti debu, jelaga, kotoran, asap, dan tetesan cairan.
Ukuran partikel ini lebih kecil dari 2.5 mikron yang dapat terhirup jauh ke dalam sistem pernapasan dan paru-paru kita.