"Saya ingatkan, jangan ada lagi politik identitas. Jangan ada lagi politisasi agama. Jangan ada lagi polarisasi sosial," kata Jokowi saat berpidato di Sidang Tahunan MPR, Selasa (16/8/2022).
Petikan pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) di atas merupakan bentuk keperihatinan dari kita semua bahwa di negeri ini, ternyata masih adanya upaya mendapatkan kekuasaan dengan jalan yang destruktif, cara yang benar-benar merusak kerukunan dan keberagaman kita sebagai bangsa.
Jelasnya, politik identitas, politisasi agama, dan polarisasi sosial akan merapuhkan fondasi negara yang telah diperjuangan para pendiri bangsa hingga merdeka pada 17 Agustus 1945.
Apa yang disampaikan Jokowi di atas merupakan peringatan keras kepada elite-elite politik, karena apa yang dilakukan hanya akan membuat demokrasi di negeri ini tidak akan pernah dewasa.
Oleh karena itu, Jokowi juga mengharapkan dukungan dari semua lembaga negara untuk menjaga dan membangun demokrasi di negeri tercinta ini, yang pada akhirnya akan memperkokoh ideologi bangsa.
Apa yang disampaikan Jokowi dalam pidato kenegaraan tersebut diapresiasi banyak pengamat. Salah satunya, Emrus Sihombing, yang mengatakan bahwa semua tokoh politik terutama yang akan berkompetisi pada pemilu nanti seharusnya mengharamkan politik identitas.
Bagaimanapun, menurut Emrus, politik identitas yang disampaikan oleh kelompok tertentu untuk merugikan calon tertentu dan menguntungkan calon tertentu. Dampaknya, politik identitas ini bisa memicu konflik horisontal.
"Kalau itu terjadi, akan sulit diredam. Negara ini berasaskan Pancasila, semua tumbuh karena kebersamaan. Setiap manusia berbeda antara satu dan lainnya, dan perbedaan itu harus dihargai," kata Emrus Sihombing, seperti dikutip di laman republika.co.id (16/8/2022).
Begitu juga apresiasi datang dari pengamat politik Bawono Kumara. Menurutnya, potensi politisasi identitas akan selalu ada dalam pemilu, terlebih lagi Indonesia memiliki kemajemukan etnis suku dan agama.