Dalam 5 hingga 7 tahun terakhir ini, tak sedikit publik di Malaysia yang mencibir pemerintahan negaranya sendiri, dan membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Buat kita di sini, senang-senang saja, apa yang dilakukan Jokowi ikut diapresiasi rakyat dari negeri tetangga.
Memang tidak hanya terjadi di Malaysia, di Indonesia pun tak sedikit di antara kita yang mencibir pemerintahannya sendiri.
Hal seperti itu biasa saja, lebih-lebih yang melakukan itu memang sejak awal bukanlah pendukung presiden yang berkuasa.
Namun, terkadang apa yang disampaikan bukan lagi sekadar kritik, tetapi cibiran yang dibuat-buat (nyinyir) dan tidak lagi sesuai dengan fakta yang sesungguhnya. Itulah yang disayangkan.
Salah satunya, terkait dengan PT Pertamina (Persero), dimana tidak sedikit Netizen di sini yang membandingkan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Minyak dan Gas (Migas) terbesar di Indonesia itu dengan perusahaan migas Malaysia, Petroliam Nasional Berhad atau biasa disingkat menjadi Petronas.
Misalnya dalam soal laba bersih perusahaan, seperti dikutip dalam Kompas.com (31/7/2022). Pada tahun anggaran 2021 misalnya, laba bersih atau net profit Pertamina mencapai 2,05 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 26,69 triliun.
Sedangkan Petronas di tahun yang sama, berhasil mencetak laba bersih setelah pajak RM 48,6 miliar. Jika diasumsikan 1 ringgit Malaysia sebesar Rp 3.320, artinya laba bersih Petronas mencapai Rp 161,78 triliun.
Dengan kata lain, jumlah laba bersih Petronas itu setara dengan 5 kali lipatnya yang dihasilkan Pertamina.
Tentu saja hasilnya di luar dugaan kita selama ini, yang menganggap Pertamina adalah perusahaan besar, dan Petronas di awal lahirnya pun pernah belajar dari Pertamina. Namun, itulah faktanya saat ini.
Secara kasatmata, kita semua beranggapan Pertamina dan Petronas sama-sama perusahaan migas, dan tidak tampak perbedaannya dari keduanya.