Lihat ke Halaman Asli

Sukarja

Pemulung Kata

Bisakah Serikat Pekerja Jadi Senjata Politik Lawan Negara?

Diperbarui: 26 Desember 2021   16:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kolase Gd Pertamina (Kompas.com) dan Arie Gumilar (Portonews.com)/desain: sukarja

Melihat kedamaian di negeri ini adalah sebuah keniscayaan. Mengakhiri tahun 2021, sudah ada mimpi kita di tahun 2022, semoga bisa lebih baik lagi dari apa yang ada selama satu tahun ke belakang. 

Kita tak ingin, Covid-19 jadi momok yang menakutkan sehingga membuat lumpuh sebagian roda ekonomi di negeri ini. Namun, bukan tanpa usaha, kedamaian akan begitu saja datang. Tetap saja ada orang-orang yang tidak menghendaki Indonesia bisa hidup damai, aman, dan dengan rasa bahagia menatap masa depan.

Pilu rasanya apabila ada segelintir orang yang berupaya mengganggu stabilitas keamanan di negeri ini. Sebut saja Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang  berencana melakukan mogok kerja dari Rabu, 29 Desember 2021 mulai pukul 07.00 WIB hingga Jumat, 7 Januari 2022 pukul 16.00 WIB. 

Rasa pilu di sini, bukan karena penulis menolak hak pekerja untuk melakukan mogok. Namun, apa urgensinya bila mogok yang akan dilakukan itu bisa mempengaruhi stabilitas nasional di penghujung tahun ini.

Pertamina sebagai Objek Vital Nasional

Untuk diketahui, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 63 Tahun 2004, infrastruktur energi yang berada di wilayah operasi Pertamina merupakan objek vital nasional (obvitnas) yang memang harus terbebas dari ancaman dan gangguan. 

Oleh karena itu, ancaman mogok kerja yang digagas FSPPB bisa jadi akan menggangu stabilitas keamanan nasional.

Terlebih lagi, di penghujung tahun ini, tidak sedikit masyarakat yang akan melakukan mobilitas, dan tentunya membutuhkan kesiapsiagaan dari Pertamina dalam hal ketercukupan BBM.

Bagaimana mungkin masyarakat tidak dibuat rusuh, apabila kebutuhuan sehari-harinya menyangkut bahan bakar minyak (BBM) dan LPG tak bisa dipenuhi lantaran jalur distribusi dan pasokannya terganggu karena para pekerjanya mogok. Ini sama halnya orang lapar dibuat marah karena tak bisa mendapatkan apa yang dibutuhkannya.

Oleh karena itu, penulis sepakat dengan apa yang disampaikan VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman,

"Oleh karenanya diharapkan seluruh pekerja untuk tetap dapat mengedepankan kepentingan umum dan dapat bersama-sama menjaga kondusivitas operasional," kata Fajriyah Usman, seperti dikutip Kompas.com (21/2/2021).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline