Ketika menyaksikan televisi yang menayangkan kampanye akbar pasangan Prabowo-Sandi di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) Jakarta (7/4), hati kecil saya seperti terusik. Hati ini seakan tak bisa tenang dan ingin berontak sekuat-kuatnya, karena mendengar capres nomor urut 02 Prabowo Subianto menyinggung, lebih tepatnya melecehkan 3 kartu "sakti" yang ditawarkan Jokowi-Amin dalam setiap kampanyenya.
Seperti kita ketahui, dalam setiap kampanye, calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo ( Jokowi) menunjukkan program tiga " kartu sakti' andalannya, yakni Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, Kartu Pra Kerja, dan Kartu Sembako Murah.
Fungsi ketiga kartu tersebut, di antaranya:
- KIP Kuliah berlaku bagi siswa lulusan SMK dan SMK yang hendak melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, baik di dalam maupun luar negeri.
- Kartu Pra Kerja diperuntukkan bagi siswa lulusan SMK atau SMA, mahasiswa yang sudah lulus tapi belum mendapatkan pekerjaan. Melalui Kartu Pra Kerja, para lulusan itu bisa mengikuti pelatihan yang digelar BLK, Kementerian, maupun lembaga swasta. Jika tak kunjung mendapat kerja, mereka juga mendapat insentif.
- Kartu Sembako Murah yang dapat digunakan untuk membeli bahan kebutuhan pokok, seperti beras, minyak, dan telur dengan harga yang terjangkau.
Dengan kata lain, ketiga kartu di atas fungsinya melengkapi 3 kartu sebelumnya yang digagas Jokowi di periode pertama bersama Jusuf Kalla,yang sudah banyak dimanfaatkan masyarakat.
Namun, apa yang dikatakan Prabowo dalam kampanyenya. Berbicara di depan ratusan ribu pendukungnya di gedung yang dibangun Sukarno dan direnovasi Jokowi, Prabowo terang-terangan melecehkan 3 kartu besutan Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019 ini.
Apa katanya?
Dia bilang rakyat butuh pekerjaan, rakyat tak butuh kartu. Pernyataanya sungguh kasar, dan keluar dari norma yang sepantasnya dimiliki orang seperti Prabowo.
Betul, Prabowo memang tidak pernah merasakan apa yang dirasakan rakyat. Tidak bisa disangkal, hidupnya tak pernah kekurangan. Sedari kecil, keluarga Prabowo hidup dengan sangat berkecukupan, bahkan bisa dibilang melebihi kehidupan sebagian rakyat di Tanah Air ketika itu. Apakah dia merasakan apa yang diderita rakyat saat ini? Saya sangsi untuk hal itu.
Masa kecil Prabowo memang lebih banyak dihabiskan di luar negeri, sehingga dirinya pun tak banyak memiliki memori atau kenangan dengan kebanyakan rakyat di Indonesia. Dia dan keluarganya hidup berpindah-pindah dari satu negara ke negara lainnya. Apa yang dilakukannya untuk menghindar dari kejaran TNI kita. Ya, ini berkaitan dengan pemberontakan yang dilakukan PRRI/Permesta, dimana Sumitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo Subianto, sebagai salah satu elite-nya.
Lantas, bisakah orang seperti Prabowo menyelami apa yang diderita rakyat? Apa yang dia katakan di masa kampanye ini, terlalu berlebihan. Seakan-akan di Indonesia ini masih ada kelaparan dan kesusahan yang masif, yang digambarkan Prabowo seperti di wilayah konflik atau di Ethiopia yang pernah dilanda musibah kekeringan dan kelaparan. Apa yang diungkapkan mantan Danjen Kopassus ini terlalu bombastis, dan kebanyakan tidak didasari oleh fakta dan kenyataan yang ada.