Viralnya informasi yang menyebutkan seorang Warga Negara Asing di Cianjur yang dituding memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP), tentu saja mengulangi rasa curiga masyarakat kita terhadap situasi politik menjelang Pilpres ini.
Hal inilah yang beberapa waktu lalu sempat terdengar adanya warga negara asing yang sengaja didatangkan dari Tiongkok yang juga lengkapi dengan KTP untuk tujuan Pilkada DKI ataupun Pilpres.
Bila isu tersebut dibiarkan melebar dan masyarakat tidak diberikan penjelasan, maka kekisruhan ini bisa menjadi bola liar yang semakin lama semakin membesar, dan dampaknya kurang baik bagi stabilitas keamanan di Tanah Air, terutama di tahun politik seperti saat ini.
Dan, kenyataannya, yang mungkin ini masih banyak belum diketahui masyarakat luas bahwa WNA itu memang benar-benar bisa mendapatkan e-KTP, seperti halnya masyarakat lainnya di Indonesia.
Hal ini, seperti yang dikatakan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh, bahwa e-KTP untuk WNA) adalah sebagai salah satu bentuk perwujudan sistem single identity number.
"Kalau single identity number untuk pelayanan publik kan. Orang asing juga dapat pelayanan publik di Indonesia, bank, dia mau sekolah, pelayanan di rumah sakit," kata Zudan kepada Kompas.com, Selasa (26/2/2019) malam.
Meskipun memiliki e-KTP, seorang WNA tidak diberikan hak politik, yaitu hak untuk memilih dan dipilih dalam Pemilu atau Pilpres.
Kepemilikan e-KTP oleh WNA merupakan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Menurut UU tersebut, khususnya Pasal 63, menyatakan:
"Penduduk warga negara Indonesia dan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki e-KTP".
Melalui berbagai kasus atau isu kepemilikan e-KTP oleh WNA, semestinya pihak-pihak terkait terus memasyarakatkan Undang-Undang Administrasi Kependudukan tersebut. Tujuannya, agar tidak menimbulkan kecurigaan atau polemik di tengah masyarakat, yang bisa dimanfaatkan oknum tertentu untuk kepentingan politik sesaat.
Salam dan terima kasih.