Lihat ke Halaman Asli

Less Cash Society, Antara Harapan dan Realita

Diperbarui: 14 Desember 2016   15:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Tiada yang abadi, kecuali keabadian itu sendiri. Tidak ada yang konstan, semua harus berjalan dinamis. Ikuti atau bersiaplah tertinggal dibelakang. Cukup menjadi pasar dan tim hore perubahan.

Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Triawan Munaf menilai Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pemain ekonomi digital terbesar dikawasan asia tenggara. Saat ini, 132,7 juta dari 250 juta penduduk indonesia sudah terakses dengan dengan teknologi internet, dimana 92,8 juta diantaranya memanfaatkan aplikasi mobile.

Gerakan nasional non tunai (GNNT) sejatinya adalah gerakan yang mengajak merubah gaya hidup menjadi simple dan multitasking. Era wireless mampu mengubah transaksi ekonomi menjadi lebih mudah, aman dan efisien. Keberadaan sistem pembayaran tunai yang mengharuskan bentuk artifisial fungsi alat tukar berupa mata uang dengan nilai intrinsik yang sama dengan nilai tukar sudah tidak ekonomis lagi.

Bahkan untuk masuk dan sewa alat berenang di waterboom dikota kami saja, harus pakai kartu yang dikeluarkan oleh salah satu bank, pembayaran secara tunai tidak dilazimkan. Urusan mandi saja sudah non cash.

So, Hari gini masih tarik dan bayar tunai? Pasti kalian termasuk golongan anti belanja online dan jarang mengakses social media. Duh pasti sengsara banget, boleh ditanya deh berapa persen temen kamu belanja online dan dapat jodoh sari socmed. Hee..

Sebagai lima besar pengguna socmed, Indonesia adalah pasar dan sekaligus user e- commerse yang aktif, potensi ini harus kita ubah menjadi kekuatan dan kelebihan yang mampu menopang pertumbuhan ekonomi bangsa.

Memang tidak semua harapan (ex-ante), akan selalu berbanding lurus dengan kenyataan dilapangan (ex-post), tentu dibutuhkan komitmen dan kerja bersama baik secara sistem maupun upaya penyadaran melalui gerakan seperti GNNT.

Badai sistem pembayararan non tunai harus terus digalakkan dengan mempertimbangkan diantaranya :

Tantangan dan Realitas :

  • By data, dari sekitar Rp 450 triliun uang tunai beredar dipasar ritel, sekitar 31 persen dari total RP. 7500 triliun transaksi menggunakan sistem pembayaran non tunai
  • Banyaknya pengguna internet diindonesia
  • Sistem keamanan transaksi non tunai yang harus diperbaharui
  • Sistem pelaporan transaksi non tunai yang efisien dan murah kepada users
  • Tidak terpadunya sistem pembayaran non tunai antar transaksi
  • Jaringan internet yang tidak merata diseluruh wilayah indonesia

Harapan :

  • Salah satu faktor utama kemajuan bangsa adalah majunya sistem pembayaran yang mudah, cepat dan efisien. Sistem pembayaran non tunai adalah salah satu faktor pemicu dan solusi majunya ekonomi bangsa yang berdaya saing. Jika sistem transaksi dan pembayaran inovatif mengikuti selera pasar, maka pasar akan merespon dengan cepat pula.
  • One card policy, Keterpaduan sistem pembayaran online dan non tunai dibawah Bank indonesia terhadap semua produk layanan non tunai. Satu kartu bisa digunakan untuk semua transaksi non tunai, simple dan tidak ribet ganti kartu untuk kegunaan yang berbeda
  • Link and match dengan program yang diinisiasi pemerintah pusat dan daerah, seperti penggunan paper less dalam birokrasi, pencairan bantuan sosial seperti KIP, KIS, e-warung dikemensos dll. Kedepan perlu inisiasi khusus kepada program-program bantuan sosial swasta yang non tunai
  • Biaya yang murah dan free untuk konten layanan, bukan per-transaksi
  • Ada banyak program reward dan bonus yang seragam dengan pelaku usaha yang seragam antar pemberi layanan seperti perbankan, baik debit cash ataupun credit
  • Badai gerakan nasional non tunai bukan hanya fokus sebagai pasar tetapi juga kemudahan-kemudahan sebagai users/ pelaku ekonomi dan menambah value added

Pada gilirannya, harapan akan tumbuhnya transaksi non tunai bukan hanya sekedar gaya hidup, tetapi proses menumbuhkan perekonomian yang berkualitas dan efisien. Dan kemudian akan melahirkan generasi tecnopreneuer yang bukan sekedar pasar tetapi agen perubahan yang mampu meningkatkan nilai tambah secara ekonomis. Gaul, inovatif dan berdaya saing. Dan tentu saja, kekinian!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline