Lihat ke Halaman Asli

KARLI

Informasi

Sejarah Mengambil Air Suci di Sangia

Diperbarui: 11 Maret 2022   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SINOPSIS Sumber catatan sejarah Munaser Arifin (Ahli Budaya Kerajaan Mekongga)

Ahli Budaya Kerajaan Mekongga (Keturunan dari Bokeo Latambaga)/koleksi pribadi

Sejarah mengambil air suci di Sangia. Pengambilan air suci di Sangia telah berlangsung sejak akhir abad Ke-XVII tahun 1697 saat pemerintahan raja Mekongga Bokeo Ladumaa (Sangia Nibandera). Setelah dinobatkan menjadi raja Mekongga maka ada janji niatan yg ingin beliau wujudkan yaitu menguburkan ayahnya Sangia Nilulo (Bokeo Teporambe) secara islami, karena ketika beliau ditawarkan untuk diislamkan oleh Opu dg. Massaro, beliau tidak ingin dan menawarkan agar putranya saja Lelemala atau Sangia Nibandera yg diislamkan. Kala itu Bokeo Ladumaa memerintahkan beberapa aparat kerajaan Mekongga untuk berangkat ke gua Watuwulaa mengambil jasad ayahnya Sangia Nilulo untuk di ambil dan dikuburkan secara islami, namun ketika aparat kerajaan tiba di Gua Watuwulaa ternyata tulang belulang dari ayahnya telah hilang dari dalam guci, akhirnya mereka cuma membawa guci bekas penyimpanan jasad Sangia Nilulo. 

Persiapan Upacara Ritual Pengambilan Air Untuk dibawa di Kalimantan oleh gubernur dalam rangka peresmian IKN ibu kota negara Nusantara/koleksi pribadi

Kegiatan Ritual pada makam Raja / Bokeo Kerajaan Mekongga dan sekitar Guci tersebut saat ini masih menjadi harta budaya yang selalu dilestarikan dan terbiasanya warga adat tersebut membuat upacara ritual untuk pengambilan Air Suci tersebut, seperti halnya yang dilakukan oleh pemerintah daerah Bapak Bupati serta pak Gubernur Sulawesi Tenggara serta pejabat daerah yang melakukan kegiatan pada pagi hari Jumat 11 Maret 2022 saat ini, di gedung baruga adat mekongga lokasi pertemuan lingkungan sekitar Makam Raja Sangia

Koleksi Pribadi

 

Setibanya di istana Bokeo Ladumaa/Sangia Nibandera, maka diadakanlah upacara ritual adat secara islami untuk mendoakan dan menghormati almarhum Sangia Nilulo yang kala itu dilaksanakan oleh Tomusa Nandooto (keturunan Wasasi Wasabenggali) dan Solisa (leluhur dari Tabako Torikoko dan Natuu). Setelah diupacarakan dan didoakan maka guci (benggi/kusi) tersebut diletakkan dibawah sebuah pohon besar yg tertua di area sangia. Ajaibnya setelah diritualkan guci tersebut mengeluarkan  air jernih yang disucikan sampai saat ini dan ajaibnya didaat musim hujan isi air guci tersebut akan berkurang dan di musim kemarau isi air tersebut akan bertambah. Konon air tersebut dapat memberikan keberkahan dan menyembuhkan segala macam penyakit. 

koleksi pribadi

Sejak saat itulah setiap tahun Bokeo Ladumaa dengan gelarnya Sangia Nibandera selalu selalu melakukan ritual penghormatan dan  mengirimkan doa kepada almarhum ayahnya Sangia Nilulo sembari mengambil air suci dalam guci menggunakan 7 helai daun Bambang/onese untuk diusapkan kewajahnya dan seluruh tubuhnya. Sampai saat ini upacara ritual "Mohau iwoi" tersebut masih dilaksanakan yang dipandu khusus oleh keturunan Solisa Tundundabako Torikoko, yaitu saudara Suhardi Bio Maraga, Fahrudin Husen dan Bana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline