Pemerintah menetapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) se-Jawa Bali ditengah lonjakan kasus covid-19. PPKM dirasa tepat untuk menanggulangi penyebaran virus covid-19 di Jawa Hingga Bali.
PPKM mulai diberlakukan sejak 11-25 Januari 2021. Dalam penerapannya, PPKM meliputi pengetatan protokol kesehatan, jam malam hingga pembatasan kuota baik di instansi/perkantoran hingga tempat-tempat yang berpotensi didatangi pengunjung.
Lantas, apakah penetapan PPKM akan berdampak pada perekonomian warga, terutama bagi pelaku usaha?
Pengamat Ekonomi asal Sidoarjo, Heri Cahyo Bagus Setiawan mengungkapkan bahwa pemberlakukan PPKM saat ini tidak terlalu berdampak signifikan bagi pelaku usaha. Sebab, masyarakat masih bisa produktif dari rumah.
Kondisi saat ini, lanjutnya, tentunya berbeda dengan saat dimana masa pandemi covid-19 mulai merebak di Indonesia. Dimana segala aktifitas masyarakat semuanya dibatasi. Mulai akses jalan, perkantoran, industri, hingga lembaga pendidikan.
Masyarakat mau tidak mau harus berhadapan langsung dengan dunia digital. Mulai dari kerja daring, belajar daring, hingga jual beli berbasis daring. Kondisi seperti itu seakan memaksa masyarakat untuk segera transisi ke system digitalisasi.
Bukan tidak mungkin, sebelum adanya covid-19, system layanan yang ada di pemerintahan juga sudah ditransmisikan dari manual ke layanan online. Sehingga tidak cukup mengagetkan bagi warga.
"Hanya saja, pada saat PSBB kemarin secara tidak langsung kita diminta untuk mulai membiasakan diri menggunakan system digital," ungkap Heri Cahyo Bagus Setiawan, Jumat, 15 Januari 2021.
Seiring perkembangan waktu, Pembatasan tatap muka cukup efektif menurunkan angka covid-19. Terutama di wilayah Jawa Timur. Bahkan pemerintah berencana akan membuka kembali pembelajaran tatap muka dengan system protokol kesehatan.
Namun, rencana tersebut terpaksa ditunda lantaran kasus covid-19 kembali tinggi. Sehingga pemerintah memutuskan untuk memberlakukan PPKM selama 14 hari kedepan.