Penangguhan penahanan diberikan kepada Nurul Fahmi, seorang tersangka pelecehan terhadap lambang negara, setelah mendapat jaminan dari Ustaz Arifin Ilham. Selain itu, polisi juga menangguhkan penahanan dengan alasan kemanusiaan.
Sebelumnya, Fahmi ditangkap setelah membawa bendera Merah Putih bertulisan lafaz 'Laa Ilaha Illallah' dengan gambar 2 pedang di bawahnya, saat aksi demo massa Front Pembela Islam (FPI) di depan Mabes Polri, Senin (16/1/2017) lalu.
Fahmi sendiri oleh Polisi dijerat dengan Pasal 66 UU No 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Polisi terlihat bergerak dengan cepat menindak peristiwa tersebut. Timbul pertanyaan dari penulis, apakah sudah tepat Polisi dalam menerapkan Pasal?
Mari kita kaji peristiwa tersebut dengan ulasan hukum. Dan penulis, akan membahas peristiwa ini dengan bentuk pertanyaan agar lebih mudah untuk dipahami.
Apa itu Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia?
Pengaturan mengenai bendera negara diatur dalam UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Dalam Pasal 1angka (1) disebutkan Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih.
Laluapakah semua yang bernuansa merah dan putih disebut sebagai bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia?
Dalam Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama. Selain itu ukuran bendera standar berdasarkan UU adalah berukuran 120 cmx180 cm untuk penggunaan di lapangan umum.
Apabila dikaitkan dengan peristiwa tersebut, apakah bendera yang dimiliki oleh Nurul Fahmi, memang berukuran dengan demikian?
Terdapat dua kemungkinan terhadap peristiwa tersebut. Jika tidak sesuai dengan standar yang diberikan oleh UU, maka atribut yang dibawa oleh Fahmi tidak dapat dikategorikan sebagai bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sesuai dengan UU No. 24 tahun 2009. Sehingga, tidak selayaknya Polisi melakukan upaya represif terhadap Nurul Fahmi.