Di malam Jumat yang gelap dan seram,
Kita berkumpul di bawah pohon beringin yang dalam.
Suara serangga dan angin berbisik lirih,
Membuat suasana jadi terasa lebih nyinyir.
Ketika tiba-tiba, dari balik semak-semak,
Muncul pocong dengan muka penuh jenaka.
"Boo!" katanya, dengan senyum lebar,
Kami tertawa, hilanglah rasa tegar.
Kuntilanak di sampingnya, rambut panjang menjuntai,
Matanya merah, tapi tawa membuat kami tak bisa diam.
"Seram? Ah, hanya di film," katanya sambil tertawa,
Malam Jumat ini jadi penuh tawa dan cerita.
Lampu petromaks kami berkedip-kedip terang,
Menghadirkan bayangan lucu di dinding yang lapang.
Suara kodok menyertai, seperti irama malam,
Dan hantu-hantu pun ikut berdansa dalam diam.
Pocong melompat-lompat, seperti badut di pesta,
Kuntilanak bergelung, tertawa terbahak-bahak.
"Malam Jumat ini sungguh luar biasa," katanya,
"Kami hantu pun butuh hiburan, bukan hanya menakuti saja."
Di balik pohon, genderuwo menyembul pelan,
"Jangan lupa undang aku," katanya sambil mengedipkan mata.
Kami tertawa, minum kopi, dan makan camilan,
Tak ada lagi ketakutan, hanya keceriaan yang nyata.
Petir menyambar di kejauhan, seperti drum band,
Membuat suasana jadi semakin meriah, bukan menakutkan.
Bunyi seram berubah jadi lagu jenaka,
Kami menari bersama hantu-hantu, tertawa lepas tanpa cela.
Lalu tiba-tiba, ayam jantan berkokok keras,
Membawa tanda pagi datang dengan cepat.
Pocong, kuntilanak, dan genderuwo pun pamit,
"Malam Jumat depan, kita ulang lagi?" tanya mereka sambil berlari cepat.
Kami melambaikan tangan, merasa puas dan senang,
Malam Jumat ini, penuh horor tapi juga kocak.
Hantu-hantu pulang, kami pun berbaring,
Menunggu malam Jumat berikutnya, dengan senyum mengembang