Lihat ke Halaman Asli

Syaiful Rahman

TERVERIFIKASI

Pelajar

Saatnya Merevolusi Gerak Kemajuan Bangsa

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Setiap kali peringatan hari-hari penting, baik hari penting nasional maupun internasional, berbagai acara yang digelar selalu berbentuk seremonial. Peringatan Hari Kartini dimeriahkan dengan berbagai penampilan batik, lomba ibu-ibu, dan kegiatan sejenis lainnya. Demikian pula yang terjadi pada peringatan Hari Buku, 23 April 2015 ini. Bazar buku menjadi pilihan utama dalam rangka memperingati hari penting dunia tersebut.

Namun demikian, sebenarnya banyak hal yang, menurut hemat penulis, jauh lebih penting untuk dilaksanakan daripada sekadar seremonial tersebut. Pihak-pihak penerbitan telah banyak mengeluhkan tingkat produksi buku nasional yang sangat minim. Sulitnya menemukan naskah yang berkualitas dan juga harga produksi yang tinggi menjadi faktor penyebab keluhan itu.

Permasalahan lain adalah minat baca masyarakat Indonesia yang sangat rendah. Isu ‘tragedi nol buku’ yang digaungkan oleh Taufik Ismail berdasarkan hasil penelitiannya pada tahun 2012 lalu semestinya perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah. Berbagai bentuk gerakan nyata dan massif perlu segera dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini.

Pemerintah juga tidak bisa tinggal diam melihat kondisi masyarakat pedesaan yang sangat kurang mendapatkan suplai buku. Tak dapat dimungkiri bila sekolah-sekolah di pedesaan tidak memiliki buku yang memadai di perpustakaannya. Buku-buku lawas yang ada diperpustakaan seringkali tak mampu memancing peserta didik untuk gemar membaca. Ditambah lagi, pihak sekolah merasa malas untuk meminjamkan buku-buku yang ada di perpustakaan kepada peserta didik.

Terkait dengan itu juga, taman baca masyarakat tidak mampu menyentuh daerah-daerah pedesaan. Taman baca masyarakat umumnya hanya ada di daerah perkotaan yang sebenarnya masyarakatnya memiliki pendapatan memadai untuk membeli buku. Berbeda dengan pedesaan yang memang memiliki pendapatan pas-pasan sehingga untuk membeli buku harus berpikir berkali-kali lipat.

Sebagaimana diketahui bahwa pemerintah telah mencanangkan untuk mengembangkan taman baca masyarakat sebagai konsekuensi tidak memberlakukan wajib belajar 12 tahun. Artinya, rencana pemerintah tersebut sudah selayaknya dilaksanakan mengingat kondisi pendidikan Indonesia yang terus mengalami penurunan ini. Memberikan pelayanan pendidikan yang maksimal kepada masyarakat semestinya menjadi investasi utama masa depan jika memang berniat untuk memajukan bangsa ini.

Dari berbagai uraian permasalahan tersebut di atas, maka dapatlah ditarik benang merahnya oleh pemerintah untuk memperbaiki bangsa ini dengan memanfaatkan momen peringatan Hari Buku Dunia. Beberapa langkah yang dapat diambil oleh pemerintah antaral lain sebagai berikut:

Pertama, memberikan subsidi bagi percetakan tertentu. Ini demi menalangi dan mendorong para penulis untuk lebih produktif lagi dalam menghasilkan karya-karya berkualitas. Di samping itu, juga untuk melindungi dan menampung karya-karya yang tidak diterima oleh penerbit dengan alasan segmen pasar tulisan yang tidak marketable.

Business oriented penerbit terhadap karya para penulis seringkali menjadi penyebab mundurnya produktivitas penulis Indonesia. Belum lagi pembagian hasil antara penerbit dan penulis yang sangat tidak imbang. Sehingga, sulit menemukan seseorang menjadikan penulis sebagai profesi utama sebagaimana yang terjadi di negera-negara maju. Pekerjaan penulis hanya dijadikan pekerjaan sampingan. Padahal melalui karya-karya bermutu itulah kemajuan suatu bangsa akan sangat ditentukan.

Kedua, mendorong gemar membaca. Ini memang kelihatan sepele sebab berbagai anggapan yang ada adalah gemar membaca bukanlah kewajiban. Padahal dapat diketahui bahwa setiap negara maju selalu didorong oleh tingkat minat baca warga negaranya yang juga maju. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan strategi-strategi khusus untuk mewajibkan warganya membaca.

Turunnya angka buta huruf bangsa Indonesia tentu tidak akan memberikan pengaruh yang besar apabila masyarakatnya tetap tidak gemar membaca. Sebab, bagaimanapun tujuan utama dari upaya penurunan angka buta huruf adalah agar masyarakat bisa membaca.

Ketiga, membangun taman baca masyarakat di pedesaan. Ini dimaksudkan untuk memotivasi masyarakat gemar membaca. Harga buku yang cukup mahal, sulitnya menemukan toko buku di pedesaan, dan pendapatan yang rendah menjadi landasan utama dalam program ini. Harapannya, masyarakat akan termotivasi untuk gemar membaca ketika buku sudah didekatkan dengan peminjaman gratis.

Peringatan Hari Buku Dunia ini memang akan menjadi momen yang tepat bagi seluruh bangsa Indonesia untuk menginstrospeksi diri terkait dunia pendidikan Indonesia. Kemerosotan pendidikan dan moral telah menjadi bumerang terhadap kemajuan bangsa ini. Baik pendidikan maupun moralitas sangat erat kaitannya dengan minat baca masyarakat. Sebab keduanya merupakan salah satu akibat dari tidak adanya suplai pengetahuan atau ilmu dari bacaan terhadap dirinya.

Oleh karena itu, sudah waktunya bagi pemerintah untuk memberikan perhatian khusus terkait berbagai permasalahan telah diutarakan di atas. Kebijakan pemerintah akan menjadi salah satu penentu utama kemajuan bangsa. Peringatan Hari Buku Dunia tidak harus selalu berbentuk seremonial, namun perlu ada aksi nyata dari seluruh lapisan, mulai dari pemerintah hingga masyarakat kecil. Saatnya merevolusi gerak kemajuan bangsa Indonesia. Wallahu a’lam.

Surabaya, 23 April 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline