Lihat ke Halaman Asli

Syaiful Rahman

TERVERIFIKASI

Pelajar

Milis: Dunia Baru Tempat Mengais Ilmu

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk belajar atau mencari ilmu. Mailing list atau yang lebih sering disingkat milis merupakan salah satu media yang enak untuk belajar. Sejak saya kenal dengan Mas Eko Prasetyo, lebih khusus lagi sejak saya belajar banyak hal dan sering berinteraksi dengan beliau, saya dianjurkan masuk ke Milis Keluarga Unesa.

Beliau sedikit memberikan penjelasan kepada saya terkait milis tersebut. Tentu saja bukan bagaimana membuat dan masuk ke milis, akan tetapi siapa saja yang ada di milis tersebut. Beliau menjelaskan bahwa yang ada di milis itu adalah orang-orang ternama dengan berbagai latar belakangan kehebatan yang berbeda-beda.

Mulanya saya merasa sungkan untuk masuk. Bagaimanapun, saya masih mahasiswa semester 4 dan belum memiliki ilmu yang mumpuni untuk ikut berbagi serta berdiskusi di sana. Namun, saya tetap merasa perlu belajar kepada beliau-beliau. Setidaknya, ada dua landasan kenapa saya bertekad untuk bisa belajar kepada orang-orang hebat seperti para anggota milis tersebut.

Pertama, saya ingat sebuah kalimat, saya lupa apakah ini hadits atau maqolah, Allah akan mencabut ilmu dari muka bumi bukan dengan mencabut secara langsung, akan tetapi dengan mengambil ahlul ‘ilmi. Oleh karena itu, saya berupaya untuk bisa belajar kepada beliau agar saya bisa mendapatkan ilmu sebelum dicabut oleh Allah.

Lagi pula, ahlul ‘ilmi biasanya senior saya. Atau lebih tepatnya, orang yang hidup sebelum saya. Milis adalah tempat para profesor, doktor, megister, dan sarjana yang telah lulus beberapa tahun yang lalu. Mereka telah banyak memakan asam garam kehidupan. Tentu saja itu sangat bermanfaat bagi saya. Bukankah belajar pada pengalaman tidak harus mengalami? Bisa juga belajar dari pengalaman orang lain?

Kedua, saya ingat ucapan Sayyidina Ali r.a. Beliau pernah menganggap guru kepada seorang anak kecil yang hanya memberi tahu nama sebuah barang. Pernah juga dikatakan, “jangan melihat siapa yang mengatakan tapi lihatlah apa yang dikatakan.” Intinya, untuk mendapatkan ilmu dapat berguru kepada siapa saja. Di milis itu, saya sangat bahagia karena meskipun tidak bertemu langsung, tapi saya dapat belajar kepada orang-orang hebat.

Harapannya, dengan belajar kepada orang hebat, maka saya kelak akan jadi orang hebat pula. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi saw, kalau mau harum maka bertemanlah dengan penjual minyak, tapi kalau mau bau tidak sedap maka bertemanlah dengan pandai besi. Kalimat itu bukan bermaksud mendeskreditkan profesi tapi sebagai cerminan bahwa teman sangat berpengaruh terhadap seseorang.

Di milis, tidak semua orang saya kenal. Banyak orang-orang hebat yang belum pernah saya temui dan saya kenal. Kadang saya membayangkan, suatu saat ada kopi darat bersama seluruh anggota milis. Pertemuan yang diciptakan untuk lebih menguatkan lagi tali silaturrahim. Saya sebutkan beberapa orang yang aktif di milis yang pernah bertemu wajah dengan saya dan juga yang belum pernah saya kenal.

Saya mulai dari Mas Eko Prasetyo sebab beliau lah yang menyarankan saya masuk sebagai anggota milis. Hingga pada 28 Maret 2015, saya masuk dan laporan kepada beliau. Kemudian, beliau menyarankan kepada saya untuk segera memosting tulisan. Sebab, sebelum saya masuk milis, beliau juga pernah berkata, “Nanti kalau kamu sudah jadi anggota milis, kamu harus lebih rajin lagi menulis.”

Untuk Mas Eko Prasetyo ini saya agak bingung menyebut beliau itu siapa bagi saya. Beliau sangat banyak memberikan pengaruh kepada saya. Tidak hanya dalam dunia tulis menulis, melainkan yang juga sangat penting adalah dalam dunia kehidupan. Pelajaran menyukuri kehidupan banyak saya dapatkan dari beliau. Pelajaran semangat yang menggelora banyak saya peroleh dari beliau. Rasanya tak dapat saya deskripsikan satu per satu pelajaran yang saya dapatkan dari beliau. Sangat banyak.

Akan tetapi, meskipun beliau sangat friendly kepada saya. Beliau bisa menjadi guru, sahabat, partner, bahkan juga tempat curhat. Kadang saya memanggilnya “Mas”, kadang juga saya menyebutnya “Bos”. Itu semua hanya demi keakraban dan kenyamanan dalam belajar tanpa menghilangkan rasa hormat sama sekali.

Kalimat yang selalu menyadarkan saya dari beliau adalah “kita bukan siapa-siapa. Kita hanyalah debu.” Kalimat sederhana itu telah membuat saya menyadari dengan sebetul-betulnya betapa kecilnya manusia. Sehingga tak selayaknya menaruh rasa sombong dalam diri.

Kemudian Pak Khoiri. Beliau juga aktif di milis dan saya kenal baik dengan Ketua Pusat Bahasa Unesa ini. Beliau adalah penulis yang telah melanglang buana. Banyak karya yang telah dilahirkan darinya. Yang tak kalah pentingnya juga, saya juga lumayan sering bertemu dengan beliau. Bahkan saya juga pernah mendampingi beliau dalam acara bedah kumpulan puisi di Sumenep.

Dari kaum adam yang lain, ada Bapak Satria Dharma, Bapak Muhammad Ihsan, Bapak Habe, Bapak Suhartoko, Bapak Irfan, dan masih banyak lagi yang lain  yang saya tidak mengenalnya di darat. Beliau semua adalah orang-orang hebat dengan latar belakang yang memukau.

Misalnya, Pak Satria Dharma, saya mengenalnya hanya lewat buku beliau yang ada di Humas. Belum pernah saya bertemu beliau. Terkadang saya hanya mendengar cerita beliau dari orang-orang. Tapi, tak mengenal bukan berarti tak bisa belajar. Di milis itulah saya bisa berbincang dan belajar dari Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) itu.

Kalau dengan Pak Ihsan, saya hanya tahu lewat Facebook. Katanya, beliau adalah Sekjen (IGI). Tak disangka, beliau juga jadi koordinator dalam pembuatan buku 50 Tokoh Alumni Inspiratif Unesa. Saya sangat bahagia bisa belajar kepada beliau meskipun baru lewat milis. (Kapan bukunya akan diluncurkan? Saya sering ditanya alumni. Hehehe)

Mereka semua adalah guru saya. Mereka adalah orang-orang sukses yang patut saya ikuti jejaknya. Terkadang impian saya begitu besar, yakni saya bisa mengombinasikan semua ilmu yang diberikan oleh mereka kepada saya. Saya bisa jadi ahli pendidikan, saya bisa jadi penulis, saya bisa jadi ahli ekonomi, politik, dan lain sebagainya.

Sementara dari kaum hawa, yang pernah saya temui di darat adalah Prof. Luthfiyah Nurlaela. Beliau ini adalah perempuan yang dikagumi banyak orang. Saya kadang selalu ingin bertemu beliau tapi beliau adalah orang sibuk. Terakhir saya bertemu di Gedung DBL saat acara wisuda ke-82 Unesa. I like her. Meskipun begitu, tapi saya bisa berinteraksi di milis dan Facebook dengan beliau.

Sedangkan dengan yang lain seperti Prof. Lies Amin, Ibu Pratiwi, Ibu Hariyani, dan lain-lain, saya belum pernah bertemu. Beliau adalah guru-guru yang saya hormati. Lewat komentar-komentar beliau terhadap tulisan saya, saya bisa belajar banyak hal. Saya bisa merasakan kehebatan beliau.

Demikian banyak orang-orang hebat di milis sehingga saya harus lebih semangat lagi untuk belajar. Begitu banyak orang-orang luar biasa di milis sehingga saya pun harus bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Bimbingan dan pelajaran dari beliau adalah hal yang amat sangat saya rindukan. Semoga kelak saya juga bisa menjadi orang hebat, sukses, bermanfaat, dan bahagia. Salam hormat dan terima kasih kepada semua anggota Milis Keluarga Unesa. Semoga nanti ada kesempatan untuk bisa berkumpul bertatap muka di darat dengan semua anggota Milis Keluarga Unesa.

Surabaya, 7 April 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline