Akhir-akhir ini gejolak politik di negeri kita begitu ricuh. Gedung DPR dipenuhi perang jabatan yang dibungkus dengan berbagai penampilan drama yang menyedihkan. Banting meja dan segala macamnya terjadi dan dapat dilihat oleh seluruh kalangan. Berbagai media menyajikan semua adegan-adegan yang tak bermartabat selaku wakil rakyat itu. Begitu juga dengan persoalan kabinet yang baru saja diresmikan. Pro-kontra terhadap orang-orang pilihan Jokowi bermunculan di media-media. Kemudian disusul lagi dengan berbagai kebijakan-kebijakan yang bisa dibilang sebagai trobosan baru.
Rakyat disuguhi berbagai drama politik yang begitu menyesakkan. Setelah pertarungan di gedung DPR, Presiden baru Indonesia Joko Widodo (Jokowi) justru membuat sebuah kebijakan tentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar tiga ribu rupiah. Di mana kebijakan baru itu akan segera diterapkan sebelum tahun 2015. Artinya, kenaikan harga itu bisa dibilang sudah sangat dekat. Akibatnya, rakyat mulai kebingungan untuk menemukan cara antisipasi terhadap segala situasi yang mungkin terjadi. Seluruh lapisan masyarakat berpikir karas karena kebijakan BBM ini akan sangat mempengaruhi setiap lapisan.
Sejenak, masyarakat mulai melupakan kejadian yang mengerikan di gedung DPR itu akan tetapi tidak dengan persoalan pro-kontra Kabinet Kerja Jokowi. Saat ini yang begitu ramai diperbincangkan adalah persoalan-persoalan mengenai latar belakang beserta kebijakan dari Susi Pujiastuti yang dianggap sebagai menteri yang cukup "nyentrik." Tak lama setelah dilantik, menteri perempuan itu segera bekerja dengan membuat kebijakan-kebijakan baru sebagai trobosan.
Masih banyak lagi adegan drama politik yang terjadi di akhir tahun 2014 ini. Tahun yang bisa disebut sebagai Tahun Politik baru di Indonesia. Dari setiap kejadian di tahun politik ini ada beberapa catatan yang dapat diapresiasi oleh setiap warga negara Indonesia.
Dunia perpolitikan Indonesia saat ini terasa benar-benar demokrasi meskipun berbagai gejolak tidak dapat dihindari. Setiap perubahan yang besar tentu akan menimbulkan gejolak yang besar pula (Renald Kasali: 2014). Namun, hal itu justru merupakan sesuatu yang perlu dihargai sebagai sebuah kesuksesan politik demokrasi yang benar-benar terbuka. Yang berbicara dalam dunia politik tidak hanya orang-orang yang memiliki jabatan di dunia birokrasi, dikuasai oleh kelompok tertentu. Tapi, kalau dilihat, dunia politik saat ini benar-benar terasa bebas. Suara datang dari segala penjuru terlepas dari segala sisi negatifnya.
Dengan demikian maka sudah seharusnya setiap orang merasa bangga dan menggunakan kebebasan bersuara ini demi kemajuan Indonesia. Setiap individu dapat menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah. Meskipun, kebijakan dalam menentukan keputusan harus tetap diserahkan kepada pemerintah. Bukan maksud memberikan hak otoriter terhadap pemerintah melainkan agar pemerintah dapat mempertimbangkan segala kebijakan sebaik-baiknya.
Bagaimanapun rakyat telah memberikan kepercayaan kepada pemerintah saat pemilihan pemimpin. Akan tetapi, pemerintah juga tidak bisa tidak memikirkan rakyatnya yang telah mengantarkannya ke jabatan yang diinginkan itu.
Di sisi lain, kini rakyat tampak dibingungkan dengan segala adegan yang terjadi. Gejolak yang muncul secara bergantian seolah-olah sengaja diciptakan untuk menumbuh-tenggelamkan isu politik. Akibatnya, tak heran jika banyak rakyat semakin apatis terhadap pemerintahan yang ada. Mosi tidak percaya rakyat kepada pemerintah semakin besar. Oleh karena itu, pemerintah juga harus melakukan berbagai langkah konkret untuk membuktikan janji-janjinya kepada masyarakat. Kalau tidak, masyarakat tentu semakin sulit dikendalikan.
Kalau pergolakan yang terjadi di gedung DPR disebut sebagai upaya demi rakyat maka DPR harus segera membuktikan kerjanya. Semangat untuk membela kepentingan rakyat seyogyanya tidak hanya muncul dalam adegan-adegan politik semata. Bagaimanapun rakyat sudah mulai paham akan segala intrik-intrik yang terjadi saat ini.
Yang mesti dijadikan catatan adalah kebutuhan rakyat akan terus mengalir, tidak berhenti karena gejolak politik. Pemerintah sudah waktunya bekerja sebaik-baiknya seperti nama kabinet yang dibuat oleh Jokowi, Kabinet Kerja. Jangan sampai semangat yang muncul hanya berupa hangat-hangat tahi ayam. Semangat itu hanya ada saat proses ingin menduduki jabatan dan beberapa hari setelah menduduki jabatan. Namun, seiring pertukaran waktu, nafas semangat itu hilang tergantikan oleh persoalan perebutan kekuasaan semata. Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H