Dalam sejarahnya, pahlawan merupakan orang-orang yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Kemudian dikembangkan lagi bahwa guru juga termasuk pahlawan karena telah berjuang untuk memerdekakan anak didiknya dari kebodohan. Dan setiap tanggal 10 November, sudah dijadikan ketetapan bahwa saat itu merupakan waktu diperingatinya hari Pahlawan. Tentu saja yang paling terkenang untuk yang pertama kali ketika hari Pahlawan adalah kota Surabaya. Tempat WS. Mallabi dihabiskan.
Dalam rangka menyambut hari Pahlawan itu ada banyak kegiatan yang dilakukan. Bahkan ada upacara resmi pada tanggal 10 November tersebut untuk mengenang para pahlawan. Tidak hanya di Surabaya selaku tempat asal-muasal lahirnya hari Pahlawan akan tetapi di seluruh Indonesia.
Tadi siang, saya pergi ke Balai Pemuda Surabaya. Di sana ada banyak kesibukan yang sengaja dibuat untuk penyambutan hari Pahlawan besok. Ada panggung pentas seni, ada pawai dengan sepeda onthel, ada stand-stand entrepreneur, dan lain sebagainya. Keramaian di tempat tersebut membuat pikiran saya agak nyeletuk. Entah apakah ini hanya karena kenakalan saya atau justru kegelisahan. Yang pasti saya bertanya, pahlawan itu untuk apa?
Barangkali, untuk sekilas, semua orang akan dengan mudah menjawab. Saya pun menyadari dengan sangat akan pentingnya pahlawan itu ada. Namun, lebih jauh dari sekadar fungsi untuk membela, keberadaan pahlawan itu masih membuat saya bingung.
Kebingungan pertama muncul mengenai peringatan hari Pahlawan itu sendiri yang sedang saya saksikan. Kalau diperhatikan, kesibukan yang berupa seremonial-seremonial hanya terjadi di tempat-tempat bersejarah. Itu pun hanya beberapa orang yang mungkin karena mendapat tugas dari kantornya atau sekolahnya untuk memperingati hari Pahlawan. Sementara orang-orang yang tidak mendapat tugas, tampaknya (ini subjektif) tidak ada ketukan untuk mengenang pahlawan. Bahkan masih banyak orang yang tidak tahu, atau mungkin tidak peduli, bahwa besok adalah hari Pahlawan.
Kebingungan kedua, fungsi peringatan itu sebenarnya untuk apa? Benarkah dengan memperingati hari Pahlawan lantas mereka berubah menjadi orang-orang yang sangat peduli kepada bangsa ini? Apakah peringatan-peringatan seperti ini yang diharapkan oleh pahlawan yang telah gugur? Atau peringatan-peringatan seperti ini hanyalah seremonial belaka yang setelah selesai maka semuanya sudah hilang tak berbekas?
Mungkin pertanyaan-pertanyaan di atas kelihatan sangat psimis. Namun, bisa kita lihat kenyataan yang ada di negara kita ini. Kalau pada zaman dahulu, para pahlawan berjuang tanpa pamrih. Mereka berani berkorban jiwa raga demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Akhirnya, kematian mereka menjadi tangisan bagi bangsa Indonesia dan harum sehingga disebut bunga bangsa. Akan tetapi, lihatlah para pejabat-pejabat yang korupsi saat ini. Apakah mereka tidak tahu sejarah pahlawan? Apakah mereka tidak memperingati hari Pahlawan?
Kebingungan ketiga merupakan kebingungan yang akhirnya memunculkan pertanyaan, pahlawan itu untuk apa? Pertanyaan itu muncul karena saya ingat betul bahwa pahlawan hanyalah sebuah gelar yang sebenarnya tidak pernah diminta oleh para pejuang terdahulu. Bahkan kebanyakan seseorang yang dianggap pahlawan oleh orang lain, seseorang tersebut tidak pernah meminta terlebih dahulu. Orang lainlah yang memberikan penilaiannya.
Begitu juga dengan para pejuang kemerdekaan Indonesia yang telah gugur sebagai bunga bangsa itu. Mereka berjuang bukan untuk mendapatkan gelar pahlawan. Akan tetapi, kalau kita perhatikan, mereka berjuang untuk keluar dari cengkraman ketidakadilan atau penjajahan. Artinya, sebenarnya itu sudah menjadi natur setiap orang untuk hidup damai, tentram, dan bebas. Tidak ada tekanan dan intervensi dari orang lain.
Perjuangan yang muncul lebih merupakan dorongan yang muncul sebagai reaksi atas tekanan dari aksi. Mungkin itu hampir sama, atau bahkan sama, dengan hukum fisika mengenai aksi-reaksi. Jadi, tidak hanya benda hidup yang akan melakukan perlawanan (reaksi) jika mendapat tekanan (aksi) dari orang lain, akan tetapi makhluk tak hidup pun demikian. Hanya saja yang membedakan jenis benda apa yang mendapat aksi tersebut. Ada reaksi seseorang ketika mendapat tekanan hanya berdoa, ada yang pasrah, ada pula yang melakukan serangan balik. Dan yang mendapat gelar pahlawan adalah orang yang melakukan serangan balik (reaksi frontal) saja.
Penjelasan di atas memang belum mampu memberikan jawaban yang memuaskan terhadap pertanyaan saya. Akan tetapi, setidaknya telah mampu mengantarkan saya pada sebuah kesimpulan yang, menurut saya, cukup gila. Tampaknya, negara kita perlu diserang secara kasat mata lagi.