Lihat ke Halaman Asli

DKI 1 & 2 Macam Apa yang Kita Butuhkan?

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebuah lembaga survey ternama memberikan hasil riset tentang siapa yang layak jadi DKI 1 & 2 (Gubernur dan Wakil Gubernur) periode 2012-2017. Ini menarik untuk dicermati.

Pertama, penduduk DKI belum menentukan pilihan tentang siapa Gubernur yang akan dipilih. Elektibilitas "incumbent" sangat rendah! Padahal Foke sudah 8 tahun malang melintang di Merdeka Selatan. Ini mudah dipahami, karena DKI semakin acak adut.

Kedua, bagaimana tentang calon lain? Hasil Survey mengindikasikan dengan jelas, calon-calon lain, masih nihil! Masyarakat masih belum punya preferensi yang mengarah ke satu pasangan yang solid.

Ketiga, apa yang di-inginkan penduduk Jakarta? Publik itu sederhana maunya. Karena sudah muak dengan ke-amburadulan, mereka perlu pemimpin yang tegas, jujur, mau mendengar dan ber-ahlak. Mereka yakin, pemimpin yang tegas, transparan, komunikatif dan cerdas, akan bisa memberi solusi! Penduduk tuh sangat toleran kok. Macet ya macet, asal sekali-kali dan bisa merayap, bukan seperti sekarang, rutin, tak bisa diduga dan jalan ditempat. Banjir ya banjir, asal air jangan sampai keperut, kalau sekedar kena mata kaki, cing cai deh. Kriminalitas harus ditekan habis. Sekedar copet ya normal, asal jangan sampe diperkosa atau dibunuh! Urus dokumen ya ok-ok kalau sekedar kasih uang rokok, bukan seperti sekarang, harus mecah tabungan! Penduduk itu rindu punya pasangan pemimpin yang ideal, saling melengkapi, bukan pemimpin terlena dan, malahan ribut sendiri sampai-sampai pecah kongsi!

Ke-empat, apa saran mereka? Kriteria pemimpin seperti apa yang mereka idamkan? Mereka butuh pemimpin lokal, idealnya Putera Betawi. Karena inikan sesuatu yang alamiah, hanya orang lokal yang tahu tentang masalah lokal sampai ke inti sarinya. Jadi akan repot, perlu waktu dan proses bila Gubernur dijabat oleh orang luar Jakarta. Padahal masalah Jakarta sudah sangat kritis! Mari kita bayangkan dan simulasi, bila disuatu malam ada tawuran beringas di Johar Baru, dan kejadian ini kemudian dilaporkan ke sang Gubernur yang orang baru. Secara otomatis, sebagai penduduk baru di DKI, sang Gubernur akan bertanya. Satu, dimana itu Johar Baru?...capek deh! Kedua, siapa yang tawuran?...payah deh! Ketiga, masalahnya apa sih? ...puyeng deh! Keempat, lurahnya sudah ambil tindakan apa?...kalau begitu, mendingan kita pilih lurah aja deh!

Kemudian, mengendalikan Pemda DKI bukan hal yang mudah. Pertama, secara intern, Pemda memiliki struktur organisasi masif, dengan puluhan ribu orang yang terlibat. Dengan status babak belur seperti sekarang, organisasi Pemda DKI ini membutuhkan "management re-engineering process". DKI bukan pesawat capung yang bisa dikendalikan pilot amatir yang bermain solo. DKI ibarat pesawat super jumbo yang memerlukan sepasang captain pilot dan co-pilot yang bukan saja kompak, sehati-seiman, tetapi yang utama telah memiliki ribuan jam terbang yang sudah terbukti bisa mengelola kompleksitas manajemen berskala masif. Kalau cuma bermodal niat, ketenaran atau pengamatan, dan sama sekali belum terbukti pernah memimpin struktur manajemen berskala besar, ini mirip judul film; Mission Impossible. Dan akan lebih parah lagi, bila calon-calon pemimpin tersebut baru bertemu, dan atau bahkan, sama belum bertemu, ya ujungnya mungkin seperti film juga, cuma berbeda judul yaitu: Titanic.

Sebagai penduduk DKI marilah kita merenung memilih siapakah calon pemimpin yang pantas memenuhi kriteria tersebut. Sebaiknya para petinggi manajemen pemilihan Pilkada (KPU/KPUD) harus menelaah secara bijak, memasukan semua komponen-komponen konsideran kedalam setiap keputusan. Dalam konteks yang sangat kritis dan strategis, 'rules of engagement' harus bisa meng-akomodasikan semua aspirasi rakyat untuk kepentingan yang sangat luas, bukan semata terpaku pada aturan tertulis. Jakarta adalah barometer Indonesia. Mari kita jaga bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline