Lihat ke Halaman Asli

Syaiful Anwar

Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Swasembada Industri Pertahanan (45): Subsistem Alusista Mandiri

Diperbarui: 10 November 2024   10:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pengembangan industri pertahanan di Indonesia telah menjadi topik strategis yang krusial dalam beberapa dekade terakhir, terutama terkait dengan alutsista atau alat utama sistem senjata. Upaya menuju kemandirian alutsista adalah langkah penting yang tidak hanya memperkuat pertahanan nasional, tetapi juga meningkatkan posisi Indonesia dalam peta global industri militer. Salah satu tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam mencapai kemandirian penuh adalah kurangnya kemampuan untuk memproduksi subsistem alutsista secara mandiri. Subsistem, yang merupakan komponen pendukung yang krusial dalam alutsista, sering kali harus diimpor dari negara-negara lain, yang membuat Indonesia bergantung pada pihak luar dalam pengadaan teknologi pertahanan.

Kemandirian alutsista tidak hanya berarti mampu merakit dan memproduksi senjata, kendaraan tempur, atau pesawat tempur di dalam negeri, tetapi juga mencakup kemampuan untuk mengembangkan subsistem yang kompleks dan presisi. Misalnya, dalam kasus pembuatan pesawat tempur, komponen avionik seperti sistem navigasi, radar, dan perangkat komunikasi adalah subsistem penting yang sangat teknis dan membutuhkan teknologi tinggi. Ketergantungan pada pihak luar untuk subsistem tersebut tidak hanya mahal tetapi juga berpotensi membatasi akses Indonesia terhadap inovasi terbaru, terutama jika ada restriksi internasional terkait ekspor teknologi militer.

Menemukan Inspirasi dari Negara Lain

Beberapa negara berkembang telah berhasil meningkatkan kemandirian mereka dalam bidang pertahanan dengan strategi yang mengintegrasikan riset dalam negeri, kemitraan dengan industri lokal, serta kerjasama dengan akademisi. Sebagai contoh, Turki telah berhasil mengembangkan berbagai subsistem alutsista dalam negeri melalui perusahaan-perusahaan seperti ASELSAN dan ROKETSAN, yang tidak hanya memenuhi kebutuhan militer domestik tetapi juga menciptakan produk yang dapat diekspor. Langkah Turki untuk secara bertahap mengurangi ketergantungan pada impor dan membangun kapasitas manufaktur lokal dapat menjadi inspirasi bagi Indonesia.

Bagi Indonesia, belajar dari pengalaman negara-negara seperti Turki bisa menjadi titik awal yang baik. Dengan investasi dalam pengembangan teknologi dalam negeri, memperkuat kemampuan sumber daya manusia, dan melakukan transfer teknologi secara berkelanjutan, Indonesia bisa mengembangkan ekosistem subsistem alutsista mandiri yang bertahan lama. Salah satu langkah kunci adalah menciptakan sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan sektor industri untuk memastikan bahwa riset yang dilakukan memiliki aplikasi langsung dalam pengembangan alutsista.

Peran Strategis Industri dan Pendidikan dalam Pengembangan Subsistem

Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan subsistem alutsista, terutama dengan adanya lembaga-lembaga riset seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Selain itu, berbagai perguruan tinggi, seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Indonesia (UI), telah terlibat dalam penelitian-penelitian yang relevan di bidang teknologi pertahanan. Jika riset ini diarahkan pada inovasi yang spesifik dan komersialisasi teknologi, pengembangan subsistem alutsista dapat lebih mudah terwujud.

Kerjasama yang erat antara perguruan tinggi, lembaga riset, dan industri pertahanan akan menghasilkan tenaga ahli yang memiliki kemampuan teknis tinggi dan pemahaman mendalam terhadap kebutuhan operasional militer. Indonesia dapat mendorong keterlibatan generasi muda dalam bidang teknologi pertahanan melalui program-program beasiswa, pelatihan khusus, dan kompetisi inovasi teknologi. Program yang berkelanjutan ini akan memungkinkan terbentuknya ekosistem SDM yang dapat mengembangkan dan memelihara teknologi subsistem alutsista secara mandiri.

Tantangan dan Solusi untuk Mengatasi Ketergantungan

Meski ada kemajuan, tantangan besar tetap ada dalam upaya mencapai kemandirian subsistem alutsista. Pertama, biaya pengembangan subsistem sering kali sangat tinggi, dan investasi awal yang besar menjadi tantangan bagi banyak negara berkembang. Selain itu, masalah hak kekayaan intelektual juga menjadi kendala, karena sebagian besar teknologi mutakhir dalam bidang alutsista dilindungi dengan ketat oleh negara-negara maju.

Sebagai solusi, Indonesia dapat mendorong kebijakan yang memfasilitasi kolaborasi internasional dengan negara-negara sahabat yang bersedia berbagi teknologi secara terbuka, seperti Korea Selatan. Contoh yang dapat diambil adalah kerjasama antara Indonesia dan Korea Selatan dalam proyek pesawat tempur KF-21 Boramae, yang tidak hanya memperkenalkan Indonesia pada teknologi pesawat tempur tetapi juga melibatkan transfer teknologi yang relevan. Dengan menerapkan pendekatan serupa pada subsistem lain, Indonesia dapat mengakselerasi pengembangan teknologi dalam negeri sambil meminimalisir ketergantungan pada impor.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline