Indonesia tengah mengupayakan swasembada industri pertahanan untuk memperkuat kedaulatan dan meningkatkan kemampuan dalam menghadapi ancaman regional maupun global. Namun, mencapai tujuan ini bukanlah hal yang mudah, terutama dalam konteks pembiayaan yang memadai dan berkelanjutan. Pembiayaan menjadi faktor penentu, karena industri pertahanan adalah sektor yang sangat padat modal dan membutuhkan investasi besar dalam penelitian, pengembangan teknologi, dan produksi. Untuk itu, diperlukan strategi pembiayaan yang inovatif, agar tercipta pola yang dapat mendukung pengembangan industri pertahanan secara mandiri dan berkelanjutan.
1. Tantangan Pembiayaan di Sektor Pertahanan
Pembiayaan industri pertahanan di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yang kompleks. Anggaran pemerintah yang terbatas menjadi kendala utama, terutama dalam situasi ekonomi yang harus mendukung berbagai sektor prioritas lain seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur publik. Pada 2023, meskipun anggaran pertahanan meningkat, mayoritas dana dialokasikan untuk operasional dan pemeliharaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang sudah ada, sementara anggaran untuk pengembangan teknologi pertahanan dalam negeri masih terbatas.
Selain itu, ketergantungan pada anggaran belanja negara juga menyebabkan pembiayaan industri pertahanan di Indonesia menjadi kurang fleksibel dan rentan terhadap perubahan politik dan ekonomi. Dalam situasi ekonomi yang tidak stabil, anggaran pertahanan bisa dipotong atau dialokasikan ulang, sehingga proses pengembangan industri pertahanan dalam negeri akan terhambat.
2. Alternatif Pembiayaan Swasembada Industri Pertahanan
Dalam menghadapi tantangan ini, diperlukan alternatif pembiayaan yang lebih inovatif untuk mengurangi ketergantungan pada anggaran pemerintah. Berikut adalah beberapa alternatif pembiayaan yang dapat dipertimbangkan untuk mendukung swasembada industri pertahanan di Indonesia.
a. Kerjasama dengan Industri Swasta
Salah satu alternatif yang dapat diupayakan adalah dengan meningkatkan kerja sama dengan pihak swasta. Banyak negara telah berhasil mengembangkan industri pertahanan mereka melalui kemitraan publik-swasta (Public-Private Partnership/PPP), di mana pemerintah berperan sebagai regulator dan pemegang kebijakan, sedangkan sektor swasta bertanggung jawab dalam hal teknologi, produksi, dan pemasaran.
Kerja sama ini tidak hanya menguntungkan dari segi pembiayaan, tetapi juga memberikan manfaat dalam bentuk transfer teknologi dan peningkatan keterampilan bagi tenaga kerja lokal. Misalnya, dengan melibatkan perusahaan teknologi dalam negeri untuk pengembangan komponen tertentu pada alutsista, akan terjadi peningkatan kapasitas teknologi yang sangat berharga bagi Indonesia. Selain itu, kerja sama ini juga dapat menarik minat investor asing, yang dapat memberikan suntikan modal serta membantu menciptakan pasar baru untuk industri pertahanan dalam negeri.
b. Pendanaan dari Bank Pembangunan Nasional dan Bank Multilateral
Bank pembangunan nasional seperti PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) serta lembaga pembiayaan multilateral seperti Asian Development Bank (ADB) dan Islamic Development Bank (IDB) dapat berperan dalam pendanaan proyek-proyek yang berkaitan dengan industri pertahanan. Melalui pinjaman dengan suku bunga rendah atau skema pendanaan berjangka panjang, industri pertahanan dapat memperoleh sumber daya finansial yang diperlukan untuk mendanai riset dan pengembangan, serta pembangunan infrastruktur produksi.