Surat untuk Kekasih 60 Tahun
Dari Roselina Tjiptadinata untuk Tjiptadinata Effendi
Untuk Tjiptadinata, belahan jiwaku,
Enam puluh tahun telah kita lewati bersama, dan di setiap langkah yang kita tempuh, ada kisah yang terukir. Kisah tentang cinta, pengorbanan, tawa, dan air mata yang menjadikan kita seperti hari ini, dua jiwa yang bersatu dalam takdir dan cinta yang tak pernah pudar.
Aku masih ingat jelas hari itu, hari ketika kau datang membawa segenggam harapan dan cinta yang begitu besar. Di bawah langit biru yang cerah, engkau menyapaku dengan senyum yang hingga kini, enam puluh tahun kemudian, masih sama indahnya. Senyum itu selalu menjadi cahaya dalam hatiku, bahkan di tengah malam paling gelap sekalipun.
Tjiptadinata, suamiku yang tercinta,
Perjalanan kita tak selalu mulus. Ada masa di mana angin kehidupan berhembus begitu kencang, mengguncang rumah tangga yang kita bangun dengan susah payah. Namun, setiap kali badai datang, kita bertahan. Kita bukanlah pasangan sempurna, tetapi cinta kita yang selalu membuat segalanya tampak mungkin. Cinta itu adalah fondasi yang kokoh, fondasi yang terus kita bangun meski waktu tak selalu berpihak pada kita.
Setiap kerutan di wajahmu adalah peta dari petualangan hidup yang telah kita lalui bersama. Setiap garis yang menghiasi wajahmu adalah bukti dari perjalanan panjang, dari cinta yang terus tumbuh meski usia kita tak lagi muda. Ketika aku melihatmu, aku tidak hanya melihat suamiku, tetapi juga sahabat terbaikku, partner dalam setiap perjuangan, dan sosok yang selalu aku hormati dalam setiap keputusan.
Tjiptadinata,
Aku ingin berterima kasih untuk segala hal yang telah kau berikan selama enam puluh tahun ini. Kau bukan hanya suami yang setia, tetapi juga seorang pemimpin keluarga yang tak kenal lelah. Kau mengajarkan aku arti keteguhan, kesabaran, dan bagaimana tetap tegar meskipun dunia di luar sana sering kali tak berpihak. Kau selalu ada, dalam kebahagiaan maupun kesedihan, menjadi pilar yang menopang ketika aku merasa rapuh.
Ada banyak momen di mana aku merasa cinta ini begitu besar, tak terbendung. Dari pagi-pagi yang tenang saat kita menikmati secangkir kopi bersama, hingga malam-malam sunyi ketika hanya ada kita berdua, berbagi cerita sambil menatap bintang-bintang di langit. Setiap momen bersamamu adalah anugerah, dan aku selalu bersyukur atas kesempatan untuk mencintaimu dan dicintai olehmu.
Untukmu, Tjiptadinata yang selalu aku kasihi,
Cinta ini tidak pernah pudar, meski waktu berusaha memisahkan kita dengan cara-caranya yang halus. Aku selalu percaya bahwa cinta sejati adalah seperti berlian---ia tak bisa dihancurkan, meski ditekan seberat apa pun. Cinta kita telah melalui banyak ujian, tetapi justru karena itulah ia menjadi lebih kuat dan lebih indah. Setiap kenangan yang kita bangun bersama adalah batu berlian yang terpatri dalam waktu, mengisi kehidupan kita dengan kilau yang tak pernah redup.
Kau adalah cinta pertama dan terakhirku. Kau adalah rumah tempat aku selalu kembali, pelukan hangat di saat dingin, dan ketenangan di tengah kekacauan dunia. Bersamamu, aku belajar bahwa cinta bukan hanya tentang momen-momen manis, tetapi tentang perjalanan yang tak selalu mudah. Cinta adalah tentang tetap bertahan meski angin kencang menerpa, dan kita telah membuktikan itu.
Tjiptadinata, dalam enam puluh tahun ini,
Aku telah melihat begitu banyak wajahmu---wajah seorang pria muda yang penuh dengan harapan, wajah seorang ayah yang penuh tanggung jawab, hingga kini, wajah seorang suami yang bijak dan lembut. Semua wajah itu adalah bagian dari dirimu yang aku cintai. Setiap tahapan dalam hidupmu adalah perjalanan yang aku saksikan dengan penuh kasih, dan aku merasa terhormat bisa mendampingimu sepanjang waktu.