Lihat ke Halaman Asli

Syaiful Anwar

Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Membangun Identitas Kota, Tantangan dan Peluang Payakumbuh Menuju City of Randang

Diperbarui: 7 Oktober 2024   07:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo Lokal. Sumber ilustrasi: PEXELS/Ahmad Syahrir

Dalam era globalisasi, identitas sebuah kota menjadi kunci penting dalam membangun daya tarik wisata dan ekonomi. Salah satu konsep yang semakin populer adalah city branding, yang bertujuan menciptakan citra kuat dan unik untuk mempromosikan sebuah kota ke panggung internasional. Payakumbuh, sebuah kota di Sumatera Barat, tengah mengusung konsep ini dengan ambisi besar: menjadi "City of Randang" dan pusat kuliner rendang yang diakui dunia. Namun, di balik peluang besar ini, terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi.

Rendang sebagai Ikon Global

Rendang telah diakui sebagai salah satu makanan terlezat di dunia. Bahkan, CNN Travel menempatkan rendang pada posisi teratas dalam daftar "World's 50 Best Foods." Kuliner ini tidak hanya kaya akan cita rasa, tetapi juga mengandung nilai budaya yang mendalam. Setiap gigitan rendang membawa sejarah, tradisi, dan kearifan lokal Minangkabau, yang berperan dalam menghubungkan makanan ini dengan identitas Payakumbuh.

Sebagai kota yang dikenal dengan produksi rendang, Payakumbuh memiliki potensi besar untuk menjadikan makanan ini sebagai tulang punggung ekonomi lokal. Dengan menjadikan Payakumbuh sebagai "City of Randang," pemerintah daerah dan masyarakat setempat berharap dapat meningkatkan daya tarik wisata, memperkuat ekonomi kreatif, dan menciptakan lapangan pekerjaan baru.

Namun, apakah membangun citra sebagai pusat rendang dunia itu semudah kedengarannya? Tentu saja tidak. Ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi dan peluang yang harus dimanfaatkan agar strategi city branding ini sukses.

Tantangan Payakumbuh dalam City Branding

  1. Otentisitas dan Komersialisasi
    Salah satu tantangan terbesar dalam proses city branding adalah menjaga keseimbangan antara otentisitas dan komersialisasi. Rendang, sebagai makanan tradisional yang diwariskan turun-temurun, memiliki nilai budaya yang tak ternilai. Namun, untuk menjadikannya komoditas yang dapat dipasarkan ke seluruh dunia, ada risiko komersialisasi yang dapat mengorbankan nilai-nilai asli dari rendang itu sendiri.

Tantangan ini akan semakin berat ketika permintaan pasar global meningkat. Bagaimana Payakumbuh bisa menjaga kualitas dan keaslian rendang tanpa mengorbankan tradisi? Inilah yang perlu menjadi fokus utama dalam strategi branding, yakni menjaga agar rendang tetap menjadi produk yang berkualitas tinggi, otentik, dan selaras dengan nilai-nilai lokal.

  1. Infrastruktur dan Aksesibilitas
    Meski Payakumbuh memiliki potensi besar dalam bidang kuliner, infrastruktur kota menjadi aspek krusial yang harus ditingkatkan. Aksesibilitas wisatawan ke kota ini perlu diperbaiki, baik dari segi transportasi maupun fasilitas pendukung seperti hotel, restoran, dan pusat oleh-oleh. Pengunjung harus merasa nyaman dan mudah dalam menjelajahi Payakumbuh, serta menikmati keunikan kuliner yang ditawarkan.

Jika infrastruktur ini tidak memadai, maka upaya branding dapat berujung sia-sia. Oleh karena itu, pemerintah kota perlu fokus pada pengembangan fasilitas yang mendukung pengalaman kuliner wisatawan, agar branding "City of Randang" dapat berjalan efektif.

  1. Kompetisi dengan Daerah Lain
    Selain itu, Payakumbuh harus siap bersaing dengan kota-kota lain di Indonesia yang juga memiliki kekayaan kuliner. Sebagai contoh, Padang dan Bukittinggi, yang sama-sama terkenal dengan masakan rendang, juga dapat menjadi kompetitor dalam menarik wisatawan. Payakumbuh harus menemukan cara untuk membedakan dirinya dari kota-kota ini dan memastikan bahwa branding mereka sebagai "City of Randang" memiliki keunikan yang tidak dimiliki kota lain.

Salah satu cara untuk mengatasi tantangan ini adalah dengan menguatkan narasi yang unik tentang rendang dari perspektif Payakumbuh. Misalnya, memperkenalkan resep khas lokal yang berbeda dari rendang yang lebih umum dikenal, atau menggandeng UMKM lokal untuk menciptakan inovasi produk yang menarik perhatian pasar global.

  1. Keterlibatan Masyarakat Lokal
    Keterlibatan masyarakat lokal juga menjadi faktor kunci. City branding tidak akan berhasil jika hanya dijalankan oleh pemerintah tanpa dukungan penuh dari warga. Warga Payakumbuh harus merasa bahwa mereka adalah bagian penting dari narasi ini. Pelaku usaha kuliner, pengrajin lokal, petani rempah-rempah, dan masyarakat pada umumnya perlu diberdayakan agar menjadi duta-duta kecil yang turut memperkenalkan Payakumbuh sebagai "City of Randang."

Tantangan ini memerlukan pendekatan yang inklusif, di mana setiap lapisan masyarakat merasa memiliki tanggung jawab untuk menjaga reputasi dan citra kota. Dengan demikian, branding ini dapat berjalan lebih konsisten dan bertahan lama.

Peluang Besar di Depan Mata

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline