Lihat ke Halaman Asli

Syaiful Anwar

Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Sistem Ekonomi Indonesia (116) : Dampak Konflik dan Perang.

Diperbarui: 7 September 2024   21:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dampak Perang dan Konflik terhadap Keruntuhan Sistem Ekonomi Suatu Negara: Tinjauan melalui Perbandingan Teori Sistem Ekonomi

Perang dan konflik bersenjata sering kali dilihat sebagai peristiwa yang mengguncang tatanan sosial, politik, dan keamanan suatu negara. Namun, dampak yang paling signifikan sering kali dialami oleh sistem ekonomi negara yang terkena dampak tersebut. Di balik ledakan senjata dan kerusakan fisik, perekonomian suatu negara dapat runtuh seiring dengan konflik yang berkepanjangan. Pertanyaannya, bagaimana perang dan konflik dapat menyebabkan keruntuhan sistem ekonomi? Dan bagaimana teori-teori ekonomi yang ada menjelaskan proses ini?

Kerusakan Fisik dan Infrastruktur Ekonomi

Salah satu dampak langsung dari perang adalah kerusakan infrastruktur, yang menjadi tulang punggung ekonomi. Jalan raya, jembatan, pelabuhan, bandara, dan fasilitas publik seperti listrik serta air bersih sering kali menjadi target serangan atau terkena imbas perang. Kerusakan ini langsung menghentikan kegiatan ekonomi, khususnya di sektor transportasi dan distribusi barang. Adam Smith, dalam pandangannya tentang sistem ekonomi kapitalis, menekankan pentingnya pembagian kerja dan efisiensi distribusi dalam menghasilkan kekayaan suatu bangsa (Smith, 1776). Ketika jalur transportasi dan logistik hancur, kemampuan suatu negara untuk menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa menurun drastis, yang pada akhirnya memicu kelumpuhan ekonomi.

Ketidakstabilan Pasar dan Inflasi Tinggi

Perang menciptakan ketidakpastian yang besar dalam pasar domestik dan internasional. Harga-harga barang sering kali melonjak akibat keterbatasan pasokan dan gangguan distribusi. Inflasi menjadi tidak terkendali, dan daya beli masyarakat menurun tajam. Teori Keynesian mengajukan bahwa pemerintah harus campur tangan untuk mengelola ekonomi, terutama dalam kondisi krisis (Keynes, 1936). Namun, dalam situasi perang, pemerintah sering kali kehabisan sumber daya untuk mengendalikan inflasi atau memberikan subsidi kepada sektor-sektor penting. Hasilnya, ekonomi menjadi tidak stabil, dan tingkat kemiskinan meningkat drastis.

Penghentian Investasi dan Pelarian Modal

Ketika konflik bersenjata melanda suatu negara, investor---baik domestik maupun internasional---akan memilih untuk menarik modal mereka. Perang menciptakan ketidakpastian, yang membuat investasi menjadi sangat berisiko. Teori ekonomi liberal menekankan pentingnya kebebasan pasar dan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi (Friedman, 1962). Namun, ketika perang berkecamuk, pasar modal runtuh dan sektor swasta mengalami kelumpuhan. Pelarian modal dalam jumlah besar memperburuk defisit anggaran negara, yang sudah terbebani oleh biaya perang.

Keruntuhan Produksi dan Distribusi Pangan

Sektor pertanian, yang sering kali menjadi sektor utama dalam perekonomian negara berkembang, paling rentan terhadap dampak perang. Tanah pertanian sering kali hancur akibat konflik, tenaga kerja berkurang karena banyak yang terlibat dalam perang, dan distribusi pangan terhambat karena infrastruktur yang rusak. Dalam teori sistem ekonomi sosialis, negara diharapkan mengontrol produksi dan distribusi pangan untuk memastikan ketersediaan pangan bagi rakyat (Marx, 1867). Namun, dalam kondisi perang, baik negara dengan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis sama-sama kesulitan untuk menjaga pasokan pangan yang stabil. Kekurangan pangan kemudian menjadi pemicu utama kelaparan dan kemiskinan yang meluas.

Disintegrasi Lembaga Keuangan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline