Lihat ke Halaman Asli

Syaiful Anwar

Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Pertumbuhan Ekonomi Inklusif: Resiliensi Kondisional (145)

Diperbarui: 2 Maret 2024   08:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Resiliensi kondisional merupakan konsep yang menggambarkan kemampuan suatu sistem ekonomi untuk bertahan dan pulih dari gangguan jangka pendek atau krisis, seperti resesi ekonomi, bencana alam, atau krisis keuangan. Dalam era ketidakpastian yang semakin kompleks, resiliensi kondisional menjadi kunci dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Salah satu aspek utama dari resiliensi kondisional adalah kemampuan untuk merespons dengan cepat terhadap perubahan yang tidak terduga. Sistem ekonomi yang memiliki struktur yang fleksibel dan mekanisme adaptasi yang kuat cenderung lebih mampu menanggapi gangguan secara efektif. Misalnya, ketika terjadi krisis ekonomi global, negara-negara yang memiliki kebijakan fiskal dan moneter yang dapat disesuaikan dengan cepat memiliki peluang lebih besar untuk memperbaiki situasi ekonomi mereka.

Selain itu, pentingnya diversifikasi juga tidak bisa dilewatkan dalam mencapai resiliensi kondisional. Diversifikasi ekonomi, baik dalam hal sektor ekonomi maupun pasar perdagangan, dapat mengurangi risiko yang terkait dengan ketergantungan pada satu sektor atau pasangan perdagangan tertentu. Ketika satu sektor mengalami tekanan atau ketika pasar internasional mengalami volatilitas, keberagaman ekonomi dapat bertindak sebagai buffer yang mengurangi dampak negatifnya.

Tidak kalah pentingnya adalah investasi dalam infrastruktur yang tahan bencana. Bencana alam seperti gempa bumi, banjir, atau badai tropis dapat menyebabkan kerusakan besar terhadap infrastruktur yang vital, seperti jaringan transportasi, energi, dan komunikasi. Membangun infrastruktur yang tahan terhadap bencana dapat membantu mempercepat proses pemulihan dan mengurangi dampak ekonomi dari bencana tersebut.

Selain faktor-faktor internal, kerja sama internasional juga memainkan peran kunci dalam memperkuat resiliensi kondisional. Pertukaran informasi, koordinasi kebijakan, dan bantuan saling memungkinkan negara-negara untuk saling mendukung dalam menghadapi krisis. Aliansi regional dan internasional, seperti Uni Eropa atau ASEAN, dapat memberikan platform untuk kolaborasi dan koordinasi yang lebih baik dalam menangani tantangan bersama.

Namun, untuk mencapai resiliensi kondisional yang sejati, perlu juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Ketahanan sosial, seperti akses yang adil terhadap layanan kesehatan dan pendidikan, serta pengentasan kemiskinan, merupakan pondasi yang kuat dalam memperkuat ketahanan ekonomi suatu negara. Sementara itu, kesadaran akan isu lingkungan dan tindakan untuk memitigasi perubahan iklim juga menjadi bagian integral dari upaya untuk mencapai resiliensi kondisional yang berkelanjutan.

Resiliensi kondisional adalah aspek penting dalam membangun fondasi ekonomi yang kuat dan stabil. Dengan menggabungkan fleksibilitas, diversifikasi, investasi dalam infrastruktur tahan bencana, kerja sama internasional, serta perhatian terhadap aspek sosial dan lingkungan, suatu negara dapat memperkuat kemampuannya untuk bertahan dari gangguan jangka pendek atau krisis, serta menghadapi tantangan masa depan dengan keyakinan dan keberanian.


Negara-negara yang Sukses dan Gagal dalam Mencapai Resiliensi Kondisional Ekonomi

Resiliensi kondisional ekonomi adalah parameter vital dalam menilai kemampuan suatu negara untuk bertahan dan pulih dari gangguan jangka pendek atau krisis. Beberapa negara telah berhasil memperkuat resiliensi kondisional mereka, sementara yang lain masih berjuang untuk mencapai tingkat yang diinginkan. Dalam pembahasan ini, kita akan melihat beberapa contoh negara yang sukses dan gagal dalam mencapai resiliensi kondisional ekonomi, beserta alasan atau argumentasinya.

Negara-negara yang Sukses:

  1. Jerman: Jerman telah dikenal sebagai salah satu negara dengan resiliensi kondisional ekonomi yang tinggi. Selama beberapa dekade terakhir, Jerman telah membangun infrastruktur yang tangguh, sistem pendidikan yang kuat, serta mekanisme fiskal dan moneter yang efektif. Hal ini memungkinkan Jerman untuk merespons dengan cepat terhadap krisis, seperti krisis keuangan global pada tahun 2008, dan mempercepat proses pemulihan ekonominya.
  2. Singapura: Singapura adalah contoh lain dari negara yang berhasil mencapai resiliensi kondisional ekonomi yang tinggi. Melalui kebijakan yang progresif dalam diversifikasi ekonomi, investasi dalam infrastruktur yang tahan bencana, dan kerja sama internasional yang kuat, Singapura mampu menjaga stabilitas ekonominya bahkan di tengah gejolak pasar global.

Alasan keberhasilan: Kedua negara ini berhasil memperkuat resiliensi kondisional ekonominya melalui kebijakan yang proaktif dalam mengelola risiko, investasi dalam infrastruktur yang tahan bencana, diversifikasi ekonomi, serta pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline