Lihat ke Halaman Asli

Syaifuddin Sayuti

TERVERIFIKASI

blogger, Kelas Blogger, traveller, dosen.

Berlebaran Tanpa Bapak

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebaran yang berbeda. Sejak menikah tahun 1996 silam, tiap tahun jadi momen spesial saat Lebaran tiba. Mulai dari adanya anggota keluarga baru, istri, anak, adik ipar hingga ponakan. Kegembiraan adalah tema tiap Lebaran di keluarga besar kami. Celotehan anak-anak, rebutan mainan, antrian angpao, hingga suasana sungkem dengan orang tua selalu jadi saat yang menyenangkan.

Namun tahun ini tampaknya Lebaran akan memiliki makna baru bagi kami sekeluarga. Jika biasanya ada penambahan anggota keluarga baru, kali ini justru sebaliknya. Sepuluh hari sebelum Lebaran Bapak pergi untuk selama-lamanya, meninggalkan ibu, 3 anak, 3 menantu dan 7 cucunya.

Sedih itu pasti. Ada rasa yang tak mudah diceritakan. Kehilangan sosok orang tua ternyata memberi dampak yang dahsyat. Tiba-tiba ada kekosongan di hati. Kehilangan bukan sekedar fisiknya. Bayangkan saja seorang yang selalu ada dalam setiap momen hidup kita sejak kecil hingga kita dewasa dan memberikan cucu, kini tak ada lagi.

Saat malam takbiran adalah saat yang berat, karena tiap mendengar gema takbir dari pengeras suara mesjid, saya seperti mendengar suara bapak di situ. Karena hingga akhir hayatnya Bapak aktif di kegiatan mesjid komplek tempatnya tinggal, saya menganggap bapak seolah masih aktif menyiapkan sholat Iedul Fitri di sana.

Suasana Lebaran pun berbeda. Saat sungkem saling bermaafan, kursi sebelah ibu yang puluhan tahun diduduki bapak kini kosong. Kami semua larut dalam kesedihan dan kepedihan yang sama, karena menyadari Bapak tak lagi bersama kami di momen Lebaran tahun ini.

Yang paling terpukul dengan kepergian Bapak pastinya Ibu yang telah mendampingi lebih dari 40 tahun. Kepergian Bapak yang tergolong mendadak membuat kenangan terhadap Bapak tak mudah sirna dari ingatan.

Kami sudah ikhlas dengan kepergian Bapak karena memang sudah takdir dari Allah SWT. Bagi kami kepergian Bapak adalah jalan terbaik, lebih baik daripada melihat Bapak kesakitan atau menderita akibat stroke.

Minal aidin Wal Faidzin, mohon maaf lahir batin. Buat siapapun yang pernah mengenal sosok Bapak saya, mohon dengan segala kerendahan hati sudi memaafkan kesalahan yang pernah diperbuat Bapak semasa hidup, baik sengaja maupun tidak disengaja. (@syai_fuddin)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline