Lihat ke Halaman Asli

Syaifuddin Sayuti

TERVERIFIKASI

blogger, Kelas Blogger, traveller, dosen.

Tak Masuk Akal Tiket Busway 10 ribu!

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_49305" align="alignleft" width="300" caption="busway/ by Syaifuddin"][/caption] Pengelola Bis Transjakarta Busway, dalam waktu dekat berencana menaikkan tarif busway. Semula tarif busway dipatok Rp. 3.500 di jam regular, sementara di jam pagi hari hingga pukul 07.00 wib Rp.2.000. Tarif ini lumayan terjangkau semua kalangan, baik bagi pekerja kantoran, warga biasa maupun anak sekolah. Dengan tarif yang cukup murah, warga ibukota amat terbantu, mobilitas warga pun menjadi tinggi. Berbeda dengan tarif sekarang, tarif baru nantinya berkisar pada 10 ribu rupiah sekali jalan. Tarif murah di pagi hari nantinya bakal dihapus. Alasan Pemda DKI Jakarta menaikkan tarif karena menilai besaran tarif yang sekarang sudah tak lagi sesuai. Apalagi tarif yang berlaku sekarang sudah digunakan sejak tahun 2003. Dengan tarif yang murah, pemda memang terpaksa memberi subsidi yang cukup besar bagi Busway. Dan untuk tahun anggaran 2010, Pemda butuh dana tambahan 100 miliar rupiah untuk subsidi busway. Jika harus dibebankan pada APBD pastinya akan mengerogoti keuangan pemda. Terlepas dari itu, terus terang sebagai rakyat jelata saya keberatan dengan besaran kenaikan tersebut. Alasan Pemda, menaikkan tarif karena ingin lebih memikat pemakai kendaraan pribadi untuk beralih menggunakan busway. Diharapkan mereka yang semula membawa kendaraan pribadi akan beralih menggunakan busway karena bakal lebih nyaman. Sebab dengan tarif tinggi, mungkin menurut pemda penggunanya pastinya hanya kalangan tertentu saja. Tapi menurut saya, alasan itu kok tidak masuk akal ya!. Mengapa kalangan berpunya tak serta merta beralih menggunakan busway ? Jawabannya beragam. Salah satunya adalah soal kenyamanan. Seperti kita tahu di jam-jam sibuk, naik busway ibarat naik bis regular ber-AC. Sumpek, berjejalan dan untuk naik harus antri panjang. Jelas ini bukan kabar baik bagi kalangan berpunya untuk beralih moda transportasi. Selama jumlah armada busway tidak ditambah, problema seperti itu akan terus mewarnai operasionalisasi busway. Mestinya pemda fokus pada penambahan armada dan peningkatan layanan terlebih dulu sebelum berencana minta kenaikan tarif. Kemudian, luaskan koridor tujuan busway. Selama ini rencana mengopersionalkan koridor 9 (Pinang Ranti - Pluit) dan koridor 10 (Cililitan-Tanjung Priok) masih terbentur sejumlah kendala. Meski infrastruktur sudah dibangun, namun realisasi koridor ini masih jauh panggang dari api. Saya kira dengan perluasan koridor atau trayek, akan makin banyak warga ibukota yang terpikat hatinya untuk naik Busway. Satu lagi, dengan menaikkan ongkos yang lebih tinggi, ini akan menjadi persoalan baru bernama kesenjangan sosial. Nantinya dengan tarif yang tinggi, hanya mereka yang berpunya saja yang bisa mengakses busway. Sementara rakyat jelata harus terseok-seok menaiki kendaraan umum yang kumuh dan macet. Terus terang ini bukan solusi cerdas yang menguntungkan bagi semua pihak. Padahal yang namanya angkutan umum massal (mass transportation) sejatinya bisa digunakan seluas-luasnya oleh sebanyak mungkin warga. Tarifnya pun mestinya terjangkau bagi semua kalangan. Untuk mengongkosi biaya operasional, harusnya pemda punya langkah antisipasi lain. Misalnya dengan mengoptimalkan pemasukan dari iklan. Sebenarnya ini cukup potensial. Asal dikelola dengan baik, keuntungan dari sisi ini akan cukup signifikan. Iklan di busway tidak hanya di badan luar bis saja, tapi juga bisa di dalam bis, atau layar monitor yang terpasang di dalam bis. Saya lihat ini belum optimal digarap. Jika tim marketing bis transjakarta bisa mengoptimalkan pemasukan dari sektor ini, mungkin saja suatu saat busway bisa membiayai operasionalnya dari iklan. Kenapa tidak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline