Lihat ke Halaman Asli

Petani dan Nelayan "Miskin" Masih Menjadi Anak Tiri

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13678191801527902545

[caption id="attachment_252407" align="aligncenter" width="500" caption="Petani dan Nelayan adalah tombak awal pengadaan pangan bagi masyarakat dan negara, maka tidaklah pantas bila petani dan nelayan harus selalu menjadi korban atas pangsa pasar yang tidak adil bagi kebutuhannya. Petani dan Nelayan tidak boleh dilupakan segala jasa dan pekerjaannya yang sampai saat ini masih sangat mulia memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan negara. (photo ilustrasi : Syaifud Adidharta)"][/caption]

Isu kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) selalu menjadi momok untuk sebuah keputusan harga kebutuhan masyarakat, terutama kepada kebutuhan sembilan pokok  (Sembako). Isu akan dinaikannya harga BBM selalu saja menjadikan semuanya tidak terkendali baik itu soal harga-harga sembako, tarif transfortasi dan lain sebagainya. Sementara itu hingga sampai saat ini pemerintah pusat masih saja mengantungkan program BBM-nya yang berkesan pimplan dan main-main. Maka pada akhirnya masyarakatlah yang kini menjadi korban akibat ketidak jelasan pemerintah soal BBM.

Bukan soal BBM saja segala harga kebutuhan masyarakat selalu melambung tinggi, hal lain adalah soal isu kenaikan gaji PNS juga bisa mempengaruhi harga-harga sembako, belum lagi soal menjelang hari raya Idul Fitri dan tahun baru. Dari sebagian itulah yang tersebut diatas selalu saja menjadikan sebuah penyakit harga kebutuhan masyarakat tidak terkendali.

Pasar selalu saja dengan se-enaknya memainkan harga, dan sementara itu pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah (provinsi dan kabupaten/kotamadya) di seluruh Indonesia hanya bisa diam dan diam, paling-paling hanya bisa melakukan sedikit gerakan dengan cara mengadakan gerakan operasi pasar, yaitu dengan mengadakan pasar murah yang tidak seberapa dampak positifnya bagi masyarakat.

Sementara itu bagi kaum petani maupun nelayan sebagai ujung tombak awal pengadaan kebutuhan masyarakat soal bahan-bahan dasar kebutuhan sembako, petani dan nelayan masih menjadi anak tiri. Harga hasil pertanian dan perikanan masih dirasakan terlalu murah di beli oleh distributor maupun tengkulak. Dan bahkan pemerintah juga masih terlalu rendah menawarkan harga beli hasil pertanian maupun hasil perikanan itu sendiri.

Murahnya hasil pertanian dan hasil perikanan yang di beli oleh para distributor maupun tengkulak dan pemerintah, ternyata memiliki dampak negatif bagi petani dan nelayan itu sendiri. Sementara bagi petani dalam mengelola lahan pertanian sampai hasil akhir pada musim panen, petani tidak sedikit mengeluarkan biaya untuk pertaniannya. Harga pupuk yang menjulang tinggi dan belum lagi soal cuaca sangat mempengaruhi nilai biaya pengelolaan pertanian itu sendiri.

[caption id="" align="aligncenter" width="565" caption="Dua bocah sedang duduk dengan dua piring berisikan mi instan, potret keseharian anak melayan miskin di Lhokseumawe, Aceh. (photo : tribunnews.com)"][/caption]

Dan sementara itu bagi nelayan, baik nelayan tambak maupun nelayan lepas pantai, mereka masih juga banyak mengalami gendala soal fasilitas dan sarana perikanannya yang masih banyak dengan cara-cara tradisional. Nelayan masih banyak menggunakan kapal-kapal tradisonal juga alat-alat penangkap ikan yang masih terbilang kuno, sementara itu pula nelayan masih menghadapi para nelayan-nelayan asing yang begitu seenaknya menangkap ikan di peraian laut Indonesia.

Banyak kapal-kapal ikan asing menggunakan peralatan yang serba modern dan mereka kepanyakan menggunakan teknologi tinggi, maka dari itulah banyak para nelayan selalu mengalami merugi melaut, apalagi bila terjadi cuaca yang kurang bersahabat. Sudah tentu sebagian banyak nelayan tidak melaut.

Petani dan nelayan di Indonesia masih terbilang menjadi anak tiri dari segala kebijakan dan perhatian pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sementara itu pemerintah hanya bisa melihat penderitaan petani dan nelayan dengan pandangan semu. Para pejabat pemerintahan pusat maupun daerah hanya selalu sibuk dengan kepentingan politiknya untuk terus bisa berkuasa dan membesarkan perutnya sendiri.

Sementara itu para tokoh-tokoh politik juga hanya bisa membuat slogan janji-janji palsunya soal visi maupun misi politiknya untuk kemakmuran rakyat, khususnya kemakmuran para petani dan nelayan di negara ini, Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline