Lihat ke Halaman Asli

SR W

Manusia

Filsuf "Dadakan" Media Sosial

Diperbarui: 30 Juli 2018   21:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Layaknya seorang filsuf, belakangan ini timeline sosial media saya dipenuhi dengan potongan-potongan petuah bijak dengan ragam topik bahasan; Agama, Nasionalisme, Kemanusiaan dsb. memang terlihat tidak ada yang perlu dipermasalahkan, Selama tulisan itu tidak melenceng dari norma-norma yang berlaku. 

yang saya khawatirkan adalah ketika ada seseorang yang sangat berpegang teguh dengan sebuah 'Kutipan Bijak' yang ia sendiri tidak tau konteks sebuah kutipan itu secara menyeluruh dan kesucian kalimat yang seharusnya bisa menjadi pedoman yang lebih baik justru melenceng dari yang seharusnya.

Saya ambil contoh dari pengalaman saya pribadi. Sebuah kutipan dari Soe Hok Gie yang bunyinya :

 "Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar. Dan murid bukan kerbau."

Kutipan ini pernah digunakan salah seorang teman saya, ketika saya masih duduk di bangku sekolah. Pada saat itu, saya yang belum tau sumber kutipan itu merasa kagum dengan teman saya yang bisa berpikir sedemikian rupa. 

Singkat cerita, kejadian itu berlangsung ketika teman saya ini tertidur pada saat jam pelajaran. Lantas guru saya yang sedang memberikan pelajaran, layaknya guru pada umumnya, merasa tidak dihargai dan mencoba menegur teman saya.  

Guru saya ini memang terkenal dengan guru yang galak. Ketika dinasehati teman saya ini terus membelot tidak ingin disalahkan. sampai akhirnya keluarlah kalimat fenomenal milik Soe Hok Gie itu. walaupun setelah kalimat itu ia utarakan, masalah tak kunjung menemukan jalan keluar, keduanya tetap bertahan dengan egonya masing-masing.

Dan ketika saya mengetahui sejarah dibalik kutipan itu, tidak sesuai penggunaannya. Soe Hok Gie mengucapkan kata-kata itu ketika ia mendapati ketidakadilan di kelasnya. sebab gurunya memberikan nilai yang tidak wajar kepada teman sekelasnya, yang diketahui masih memiliki ikatan keluarga dengan gurunya tersebut.

Sangat berbeda dengan yang terjadi dengan teman saya.

Saya sangat mengkahwatirkan kalau hal tersebut terulang di tempat yang berbeda. Terlebih jika kebanyakan mereka hanya ingin mendapat pujian, bukan menyebarkan kebaikan lewat 'petuah bijak' tersebut. 

selain mengkhawatirkan hal ini, sebenarnya saya justru mendapat hiburan baru, saya seringkali tertawa ketika mengetahui bahwa ada beberapa teman saya yang juga ikut berpartisipasi dalam arus ini. Lalu beberapa pertanyaan 'usil' di kepala saya muncul:

"Nabi Muhammad yang dimuliakan oleh banyak orang saja masih ada penentangnya, apalagi kamu.."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline