Lihat ke Halaman Asli

Mencoba Memamah Hikmah

Diperbarui: 2 Oktober 2023   18:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Kemarin kematian masih sabar menunggu si tua bangka. Malam ini tepatnya pada bulan Juli suasana duka menyelimuti rumah reyot yang ditempati pria yang sudah udzur itu. 

Warga berkumpul dengan suguhan air teh dan kopi panas yang dihidangkan oleh kerabat-kerabat si aki dan para ibu rumah tangga dari tetangga si aki, anak-anaknya mulai berdatangan dari kota seakan masih tepercaya dengan cara apa si aki mati. Bocah-bocah berkumpul di halaman rumah duka sembari memainkan permainan di gawainya, beberapa pemuda asik mengobrolkan tim sepak bola dan pekerjaan tempo hari di tempat kerjanya; bapa-bapa berkumpul di depan pintu rumah-- setelah mengirimkan doa untuk si aki-- membicarakan politik, adanya pemilihan kepala desa yang akan segara dilaksanakan. Suara isak tangis masih terdengar lirih di dalam rumah, bersamaan dengan suara obrolan ibu-ibu yang sedang membakar kayu, berbenah untuk segera membuat sedikit cemilan dan mendidihkan air. Aku berada dipojokkan duduk jongkok di dekat sungai yang hanya disinari bara roko, mencoba menikmati apa-apa yang terjadi. 

Di pagi harinya tatkala matahari merayap naik, mengahamburkan kabut serta melelehkan hawa dingin. Aku menghangatkan diri dengan segelas kopi pahit, sembari menatap langit-langit yang sedikit demi sedikit mulai menampakkan warna pagi, kicau burung ditimpal langkah malas para petani; tak lupa suara bising knalpot motor bebek--yang mengganggu ketenangan pagi--para PNS yang sembari mengusap-ngusap rasa kantuknya; lengkingan serak sapu lidi dari ibu-ibu yang sedang menyapu halaman sembari menunggu anaknya untuk segera bersiap pergi sekolah. Di dalam rumah-rumah suara resah spatula dan katel beradu; buruh-buruh pabrik yang was-was mendapat SP dan suara alarm dari gawai para pemuda yang masih berupaya menetapi janjinya, mencoba untuk membangunkannya. 

Kuhela sedikit udara pagi, msih terasa hawa duka menyelimuti, walaupun aku tak terlalu memikirkannya toh si aki sudah selayaknya mati, maksudnya bahwa memang apalagi yang mau dijalani? Seseorang pernah bilang "Adalah tidak sopan hidup melebihi umur 40 tahun. "

Agaknya, Aku masih tak mengerti dengan pemandangan yang telah disuguhkan, apa maksud dari semua ini? 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline