Lihat ke Halaman Asli

Syahrullah

semoga saya hadir karena memang harus hadir!

Fesyen Pakaian Bekas, Antara Gaya dan Pelestarian Lingkungan

Diperbarui: 30 November 2020   10:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pakaian bekas di kota Bima dikenal dengan istilah  rombeng.  Rombengan  dapat menjadi alternatif  bagi orang untuk mencari mode, brand terkenal dengan harga terjangkau. Saat musim susah seperti ini banyak ibu-ibu, anak muda remaja juga menganrungi fesyen ini. Para pegawai juga tidak ketinggalan untuk memburu  rombeng.

Di pasar Raya "Amahami" Bima   menawarkan banyak pakaian bekas. Mulai dari berbagai  macam pakaian wanita dengan berbagai macam model dan desain, serta  harga yang terjangkau. Pakaian anak-anak dan pakaian pria juga tersedia.

Perkembangan mode fesyen di dunia selalu mengikuti tren.  Hal itu berbanding lurus dengan  Kebutuhan akan pakaian setiap tahunnya meningkat. Kebutuhan sekolah, pakaian kerja, busana formal, pakaian olah raga, kebutuhan kampanye pilihan umum, dan masih banyak lagi kebutuhan lainnya.

Menurut catatan vice.com  "sejak tahun 2000 hingga sekarang, data produksi  fesyen sedunia tercatat meningkat dua kali lipat. Rata-rata konsumen membeli baju, celana, atau jaket lebih banyak 60 persen tiap tahun dibanding pada tahun-tahun awal Abad 21. Busana-busana itu sebagian besar tidak terlalu lama disimpan lama di lemari, beda dari perilaku konsumen 15 tahun lalu.  Di negara-negara maju, bahkan sudah biasa jika baju bekas akhirnya menumpuk di tempat pembuangan sampah."(vice.com, diakses 29/11/2020).

Bertumpuknya pakaian di  tong-tong sampah , menjadi masalah bagi lingkungan. pakaian yang berasal dari bahan yang tidak mudah terurai menjadi limbah yang dapat mencemari lingkungan sekitar kita.

Bahan pakaian terbuat dari benang produk alam (tumbuhan dan hewan). Misalnya dari kapas, ulat sutra, bulu binatang. Ada juga bahan pakaian yang berasal dari  poliester sintetis. Bahan sintetis ini harganya lebih murah dari bahan alam, dan lebih kuat dan tahan lama. bisa memakan waktu ratusan hingga seribu tahun untuk terurai.

Sampah pakaian yang berasal dari alam, lebih mudah diterima oleh alam. Tetapi bahan  sintetis , bahan dasarnya sama dengan plastik, sulit untuk terurai.

Belum terlihat pemerintah  serius  menangani  khusus untuk limbah pakaian bekas ini. Kebijakan yang dikeluarkan  masih seputar sampah plastik. Untuk menangani masalah plastik Pemerintah telah menetapkan Undang-undang Nomor  18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dan  Peraturan Presiden Nomor 97 tahun 2017.

Sampah pakaian bekas oleh pemerintah masih dianggap sama dengan sampah rumah tangga biasa. Sehingga penanganannya disamakan dengan sampah domestik lainnya. Dikumpulkan melalui tempat pembuangan sementara, seterusnya ke tempat pembuangan akhir.

Belum adanya kebijakan khusus di Indonesia akan penanganan sampah pakaian bekas ini, menggugah kita untuk turut serta  ambil bagian. Menjadikan  permasalahan ini menjadi tanggung jawab kita bersama.

Langkah-langkah kecil semisal kita tukar baju bekas kita di pasar rombeng, dengan baju bekas lainnya. Semacam daur ulang kecil-kecilan, bisa mengawetkan pakaian kita.  Kita tetap kelihatan trendy dengan baju baru dari rombeng. Sementara baju yang kita tukarkan juga menjadi  gaya bagi orang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline