Lihat ke Halaman Asli

Syahrul Chelsky

TERVERIFIKASI

Roman Poetican

Lima Buku Puisi untuk Kamu Baca di Hari Puisi Sedunia

Diperbarui: 22 Maret 2021   08:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Sejak tahun 1999, United Nations Educational Scientific Cultural Organization (UNESCO) telah menetapkan tanggal 21 Maret sebagai Hari Puisi Sedunia. Itu artinya, saat ini, Hari Puisi Sedunia telah diperingati sebanyak 22 kali.

Di Indonesia sendiri Hari Puisi Sedunia dirayakan dengan berbagai macam kegiatan, mulai dari seminar atau webinar kepenulisan puisi, lomba cipta puisi, hingga pembacaan puisi. Umumnya, puisi-puisi yang dibacakan berasal dari karya-karya penyair ternama seperti Sapardi Djoko Damono, Chairil Anwar, Wiji Thukul, W.S Rendra, dan yang lainnya. Meski demikian, tak jarang juga peserta membacakan puisi buah karyanya sendiri.

Saya termasuk golongan orang yang tidak percaya diri untuk membacakan puisi saya di depan khayalak. Bahkan bisa dibilang saya adalah orang yang tidak percaya diri untuk tampil membaca puisi. Itu kejujuran yang terdengar agak perih. Terus terang, saya lebih menikmati membaca tulisan dalam keheningan, di waktu libur seperti hari ini.

Dalam rangka turut memperingati Hari Puisi Sedunia, saya ingin membagikan rekomendasi beberapa buah buku kumpulan puisi—selain karya penyair-penyair fenomenal di atas tersebut, tentunya—yang sudah saya tamatkan setidaknya dari bulan Januari hingga Maret 2021. Beberapa dari buku-buku ini mungkin sudah pernah kamu baca atau bahkan tidak kamu ketahui sama sekali. Dan mungkin selera kita berbeda. Itu tidak masalah.

Buku Tentang Ruang (Avianti Armand)

Dokumen Pribadi

Saya tak ragu untuk menyebut Avianti Armand sebagai penulis wanita idola saya. Gaya bahasa dan pilihan diksi dalam karya-karyanya selalu membuat saya terpukau, tidak terkecuali dalam buku puisi yang memiliki empat bagian ini. Keadaan lingkungan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan Tuhan, dan kekosongan dalam diri sendiri tertangkap jelas dalam Ruang yang Mungkin.

Ruang yang Jauh cukup banyak terinspirasi dari film-film Wong Kar-wai; kehilangan, jarak, dan hal-hal yang tidak kembali. Ruang yang Sebentar diisi lebih banyak oleh puisi-puisi pendek yang lirih. Ruang Tunggu berisi manusia-manusia dan kejadian-kejadian yang sulit untuk dipahami. Sebagai seorang arsitek, Avianti Armand juga kerap memasukan istilah-istilah arsitektur dalam buku ini.

Bait keenam dari puisi berjudul Topografi adalah lirik kesukaan saya. Ia berbunyi:


Kekasih,
ketika kamu menguning nanti,
di atas meja yang redup akan hanya tertinggal
cetak biru dari yang tak pernah
kita miliki


Perempuan yang Dihapus Namanya (Avianti Armand)

Dokumen Pribadi

Masih berasal dari penulis yang sama, buku ini terbit pertama kali setahun sesudah Buku Tentang Ruang, tepatnya di tahun 2017. Berbeda dari buku kumpulan puisi sebelumnya, dalam buku yang terdiri dari lima bagian puisi ini, Avianti Armand lebih menunjukkan sisi gelap dan nakal. Bersama tokoh-tokoh seperti Hawa, Tamar, Batsyeba dan Jezebel, saya dibuat masuk dan tersesat ke dalam labirin prosa puisi yang naratif.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline