Lihat ke Halaman Asli

Syahrul Chelsky

TERVERIFIKASI

Roman Poetican

Cerpen | Bocah Misterius

Diperbarui: 6 Agustus 2019   17:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Pixabay

Pablo, atau tersebut karyawan kesayangan bosnya yang teramat polos itu akan terbangun pukul satu dinihari. Matanya kerap memerah dan melotot. Belakangan dia terus dihantui mimpi buruk tentang bocah laki-laki yang ditabraknya seminggu lalu. Darah segar dari bocah itu mengalir ke banyak arah, membuat tubuhnya yang kurus gemetar.

Saat ini, dia sedang sangat menyesali perbuatannya hingga tidak keluar dari apartemennya sejak kejadian itu, menghapus rutinitas mandi dari daftar kesehariannya yang membosankan, serta hanya memakan mi instan yang mungkin saja sudah kadaluwarsa.

Sesekali kantong matanya yang hitam dia munculkan di sela-sela gorden kamar yang berada di lantai tiga pada sebuah apartemen kecil yang terletak di Jalan Boulevard 11, Kota M. Hampir setiap satu jam dia mengintip ke arah jalanan, memastikan bahwa tidak ada mobil polisi yang mengincar huniannya yang dipenuhi gumpalan tisu, bungkusan mi, piring kotor serta baju dan celana yang belum dia laundri.

Pablo sudah tidak memikirkan pekerjaannya lagi. Telepon genggamnya dimatikan. Otaknya yang terkenal jenius dan membuatnya dinobatkan sebagai karyawan terbaik, hingga naik jabatan hanya dalam hitungan bulan itu pun dijejali sejumlah kekhawatiran. Seperti bayangan tentang masuk penjara yang terus mengejarnya. Dia sudah tidak memiliki tempat untuk memikirkan kepercayaan dari bosnya yang bertubuh gempal. Baginya, sembunyi dari keramaian adalah pilihan yang bijak untuk saat ini.

Pablo yang belum memiliki istri ini, pada dasarnya memang menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian buruk yang menimpa bocah laki-laki misterius itu. Dia berpikir bahwa bocah tersebut sudah tewas hingga dia tinggalkan begitu saja jasadnya terkapar di bawah mural bergambar wajah Obama. Namun tak jarang juga dia menggerutu dan menyebut-nyebut nama kedua teman yang memaksanya menenggak minuman keras yang bahkan botolnya saja tidak pernah dia sentuh sebelumnya.

"Ayolah. Bukankah memang untuk ini kita datang? Untuk merayakan kenaikan jabatanmu?" Apabila dia mengenang kata salah seorang temannya, Frank, yang berdiri longgar. Sambil memukul ringan pipinya. Waktu itu sekitar pukul 12 malam di dalam sebuah bar kecil yang terletak di pinggiran kota M.

"Ayo. Sedikit saja," bujuk kawannya yang lain. Yang bernama Bony.

Pada akhirnya, Pablo, si karyawan kesayangan bosnya itu menyesali keputusannya mengiyakan perayaan di sebuah bar sebagai bentuk pesta sederhana atas pencapaiannya yang luar biasa dalam beberapa bulan belakangan. Pikirnya, harusnya dia tidak datang ke tempat itu dan menghabiskan cukup banyak uang hanya untuk mabuk dan merasakan pusing di kepala.

Tapi apalah daya. Semuanya sudah terjadi. Selepas paksaan yang berlarut-larut itu, dia akhirnya terbujuk juga. Satu botol, dua botol, bahkan hingga tiga botol. Rupanya sensasi kepala yang berputar-putar dari bir kelas atas di bar itu membuatnya ketagihan. Pablo pulang terhuyung-huyung dengan mulut yang meracau.

Sempat juga dia dipukul pria botak bertato di sebuah kursi yang disinari redup cahaya lampion karena mengatakan lengan pria itu dipenuhi panu. Hingga membuat dirinya dan kedua temannya yang nakal ditendang keluar.

Ketiganya berpisah di parkiran. Salah satu temannya yang pulang dengan motor sempat terjatuh akibat menabrak bilik mesin ATM. Sedang seorang lagi menunggu jemputan dari anggota keluarganya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline