Lihat ke Halaman Asli

Syahrul Chelsky

TERVERIFIKASI

Roman Poetican

Tanglong, Perayaan Malam ke-21 Ramadan ala Etnis Banjar yang Mulai Ditiadakan

Diperbarui: 9 Mei 2019   12:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Festival Tanglong Batulicin, Kalsel. Foto: fokusbatulicin.con

Tidak dipungkiri bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan tradisi. Setiap suku memiliki cara yang unik untuk menyambut dan merayakan bulan Ramadan. Salah satunya adalah etnis Banjar, suku mayoritas sebanyak yang mendiami tanah Kalimantan Selatan. Orang-orang dari suku Banjar yang kebanyakan tersebar di Banjarmasin, Banjarbaru, Martapura, dan Hulu Sungai memiliki kegiatan yang unik untuk merayakan malam Lailatul Qadar. Kegiatan tersebut disebut dengan festival tanglong.

tanglong di banjarmasin, foto: banjarmasin.tribunnews

Festival tanglong merupakan suatu perayaan untuk memperingati malam ke-21 Ramadan dengan berbagai macam kegiatan seperti atraksi kembang api, pameran dan parade keliling kendaraan hias yang menggunakan lampu kertas aneka motif, hingga penyalaan lampion berbagai bentuk.

Atraksi kembang api biasanya mewarnai pembukaan festival tanglong. Sementara kendaraan hias yang diarak keliling kota tersebutlah dinamai sebagai tanglong. Bentuk Tanglong bisa menyerupai berbagai macam, tetapi umumnya masih belum lepas dari nuansa keislaman.  Tanglong biasanya sering dijumpai dalam bentuk masjid, kereta, burung buraq hingga unta.

banjarmasin, foto: antara

Sementara bagi grup yang tanglongnya paling unik dan menarik akan mendapat apresiasi berupa uang tunai sebagai hadiah.

Bukan hanya orang-orang dari suku Banjar yang turut merayakan festival ini. Orang-orang suku Jawa bahkan turis dari mancanegara yang tinggal di sekitaran kota pun biasanya juga ikut merayakan kemeriahan tanglong.

tanglong banjarbaru, foto: wahyu.web.id

Namun sayangnya, eksistensi tradisi yang biasanya berpusat di Lapangan Murjani ini, mulai ditiadakan. Khususnya di daerah sekitaran kota Banjarbaru. Sejak bulan Ramadan tahun 1435 Hijriah, tepatnya pada tahun 2014 Masehi lalu, Pemerintah Kota Banjarbaru telah membuat keputusan untuk meniadakan festival tanglong. Padahal tradisi tanglong sendiri telah cukup lama menjadi ikon pariwisata Ramadan kota Banjarbaru.

Peniadaan festival tanglong berkaitan dengan pernyataan tokoh agama sekitar serta Pengurus Majelis Ulama Indonesia yang beranggapan bahwa tanglong mengganggu kesucian dan kekhsuyuan bulan suci Ramadan.

"Untuk itu, mulai sekarang kami merespon dan memutuskan untuk meniadakannya," ungkap mantan Wali Kota Banjarbaru, Ruzaidin Noor pada AntaraKalsel tahun 2014 lalu

Beliau juga menambahkan bahwa festival yang dilaksanakan pada malam "Salikur" atau 21 itu lebih banyak membawa kemudharatan ketimbang manfaatnya. Setiap pelaksaan tanglong, situasi  seringnya jadi tidak terkontrol hingga cukup merugikan masyarakat serta pemkot setempat. Misalnya saja penggunaan petasan dan mercon secara barbar. Hingga suara mau pun ledakannya mengganggu orang lain.

tanglong martapura. foto: humasbanjar

Hal serupa juga terjadi di kota Martapura. Pemkot setempat telah membuat sebuah kebijakan untuk meniadakan tanglong dan menggantinya dengan pekan maulid, atau festival maulid dalam rangka menyambut malam Lailatul Qadar di Kabupaten Banjar.

Tanpa bermaksud menutup mata akan sisi negafif dari festival tanglong, pemerintah kota setempat seharusnya juga memerhatikan sisi postif dari kegiatan tersebut. Tanglong telah menjadi hal identic yang tergambar dibenak orang-orang ketika mendengar kata "Ramadan dan Banjar". Karena tradisi ini telah berlangsung selama belasan atau bahkan puluhan tahun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline