Bagian yang paling tidak saya sukai dari bertambah tua; saya bisa dibunuh oleh masa lalu, atau kepingan ingatan tentang seorang kawan semasa kecil yang rutin menggosok-gosok sajadahnya sebelum salat tarawih, dan suara langkah lari anak-anak menuju surau
Saya manusia dua puluh empat tahun yang semakin membosankan
keramaian di jalan setapak kini sunyi, membenturkan kepala saya ke tembok berkali-kali
dan ketika saya sadar, ternyata saya bukan anak kecil lagi
Semuanya berubah, juga pohon bungur yang dulu membuat kita takut sekarang jadi terlihat menyedihkan
Seperti saya
Apa kabarnya kawan-kawan saya yang merantau
Apa kabarnya cinta semasa kecil yang saya cium pipimu saat pulang tarawih, tanpa merasa bersalah saya langsung kabur ketika membuat kau takut dan menangis
Satu-satunya yang bisa saya lakukan sekarang adalah membakar jagung sambil melamun, namun tak bisa membakar hal-hal yang membuat saya merasa asing dalam keheningan
Mengamati nyala merah bara yang menguarkan sehirup aroma
seperti cara bulan puasa mengingatkan saya pada kalian atau bagaimana takdir memenuhi garisnya hingga membuat saya berjalan ke surau sendirian, melewati bungur dan perasaan sepi seolah sedang hinggap di leher saya
Lalu saya pikir, bertambah tua adalah hal yang buruk
Saya kehilangan suasana Ramadan yang pernah saya miliki sewaktu kecil,
aroma jagung yang kita bakar bersama-sama, serta suara langkah seribu saat kita melewati bungur yang angker dan tua
Kemudian di antara kepulan asap dari bara yang membuat saya batuk-batuk,
saya kembali bertanya;
kabar kalian sekarang bagaimana?
Kabar saya,
buruk dan kesepian
Jagung yang saya bakar sampai hangus sendirian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H