Lihat ke Halaman Asli

Syahrul Chelsky

TERVERIFIKASI

Roman Poetican

Cerita di Balik Puisi Harian Mading

Diperbarui: 1 Juli 2019   16:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pxhere.com

Pagi, ketika kau bangun, tetapi belum sepenuhnya sadar dan kau melihat jam di dalam kepalamu sudah menunjukan pukul setengah depalan. Kau lekas-lekas menggosok gigi dan sengaja melupakan sarapan. Karena bagimu satu hari tanpa nasi tidak cukup kuat untuk membunuhmu. Karena kau tahu betul rasanya dibunuh berkali-kali oleh rasa penasaran. Tapi kau benar-benar lupa pada apa yang terjadi semalam.

Kau sudah mahir melewati hari-hari sebagai salah satu makhluk Tuhan yang sunyi, yang membuka hatinya lebar-lebar tetapi seseorang masih belum datang dan bertamu. Karena kau terlalu mencintai dirimu sendiri dan hanya membuka sedikit celah untuk menerima kemungkinan.

Kau akan melakukan rutinitas sebagai penghias mading dengan puisi-puisi untuk seseorang yang misterius, yang katamu dia ada di sebelahmu atau sedang berada di dalam kelas biologi, tapi kau tak pernah berani bilang. Karena dia banyak belajar dan membaca buku tentang makhluk hidup, atau kau takut saat dia mendengar suara detak jantungmu.

Sempat kau tulis huruf pertama dari namanya di selembar kertas, di bawah puisi yang selalu kau tulis diam-diam untuknya setiap hari. Kau sempat berpikir itu keren. Lalu kau mulai mengira-ngira bahwa apa yang sedang kau lakukan itu percuma dan hanya akan menambah rentetan angka hal sia-sia yang kau lakukan untuk membuat hidupmu terlihat semakin bodoh. 

Dia tidak membaca puisimu. Atau mungkin membaca tapi malah sengaja mengabaikannya, mengabaikanmu. Perlahan kau menghapus namanya dan menjadi sedikit lebih waras.

Kau pulang pukul dua siang. Berdiri dan menunggu seseorang di depan pintu. Kau menyambut seorang kurir di teras. Sebuah kiriman tiba. Berupa sekeping buku. Kau membukanya seakan itu hadiah dari seorang jauh yang sangat mencintaimu. Kau berpura-pura terkejut. Padahal kau sendiri tahu, itu buku yang kemarin kau pesan di sebuah toko online. 

Kau orang aneh yang mengumpulkan satu buku dalam sehari selama kau tidak bisa mengungkapkan perasaan itu. Begitu katamu. Sekarang rakmu hampir penuh. Jumlah bukumu ada sekitar delapan puluh.

Di malam hari, selesai menulis puisi, kau mengepalkan tanganmu, membentuk sebuah tinju untuk menyemangati diri sendiri. Besok kau akan meyakinkan dirimu dan mengungkapkan segalanya sambil memandangi sebuah pengumuman penting beserta foto seorang perempuan yang menempel selama sebulan penuh di mading.

Sebelum terlambat, atau mungkin memang sudah terlambat.

Di tempat tidur kau kembali ragu dan bersedih. Kenyataannya, orang yang kau sukai sudah tiada sejak sebulan lalu.

Ketika besok kau terbangun, tetapi belum sepenuhnya sadar. Kau kembali mengulangi semuanya dari awal.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline