Lihat ke Halaman Asli

Syahrul Chelsky

TERVERIFIKASI

Roman Poetican

Cerpen | Untuk Perempuan yang Abadi dalam Hujan

Diperbarui: 24 Februari 2019   12:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: https://daraprayoga.wordpress.com/

Memikirkanmu Masih Membuatku Gugup

Sudah dua tahun aku merasa hari-hari menjadi senyap, aku hanya ditemani rindu dan kata-kata yang menari-nari di kepala, membentak benak yang tiap waktu menanyakan kabarmu di sana, Ra. Aku berpikir untuk tidak tidur di sisa  malam  ini. Gelisah untuk menemuimu besok akan membuatku gugup sepanjang malam .

Sementara hujan di luar sedang mencaci mereka yang pergi mengitari kota, menyalakan kembang api dan merayakan malam tahun baru seperti kebanyakan muda-mudi, aku hanya duduk di dalam kamarku, menghirup aroma hujan yang menyentuh jalan lewat kisi-kisi jendela usang yang terbuat dari kayu. Aku sedang memikirkanmu, Ra. Memikirkan kata apa yang akan mewakili kerinduanku.

Kita akan merayakan ulang tahunmu lagi, Ra. Seperti empat tahun yang kita lalui. Selain merayakan tahun baru, kita juga akan merayakan ulang tahunmu di tanggal 1 Januari besok. Ra, tunggu aku. Aku akan membawakanmu kue ulang tahun, sekeping cokelat dan setangkai Mawar Shananda favoritmu.

Tahun Baru dan Kenangan Tentangmu di Tanggal Satu

Aku terbangun pukul lima pagi. Setelah mandi dan shalat Subuh, aku langsung berpakaian rapi, tak lupa juga untuk meminyaki rambutku yang kering ini. Ra, kamu tak akan menyesal jika masih  mencintaiku hari ini. Selepas sarapan pukul tujuh, aku bergegas melangkah ke teras, menadahkan tanganku untuk sekedar memastikan bahwa hujannya tak lagi deras. Bukankah ini seperti tiga tahun lalu, Ra? Hujan di tanggal satu yang kita habiskan setengah harinya di rumahmu. Kita banyak bercerita tentang cinta di hari itu dan aku masih bisa mengingat dengan sempurna caramu membagi tawa denganku. Sekarang kenangan itu kembali lewat bulir hujan yang jatuh di telapak tangan.

Sumber: https://rayiheristyaraelf.wordpress.com

Hujannnya masih deras, Ra. Mungkin kamu harus menungguku lebih lama. Seperti biasanya. Ah, aku tak ingin membiarkanmu kecewa kali ini. Aku akan membawa payung dan berjalan di bawah hujan hingga halte depan. Dulu, kamu sering memarahiku hanya karena aku sering telat datang tiap kali kita janji bertemu. Sementara aku sering menjadikan hujan sebagai alasan. Aku terlalu takut sakit dan kedinginan. Sekarang, Ra. Jika bisa, aku ingin menukarkan kesehatanku agar kamu bisa memarahiku lagi.

Kita Dalam Sekeping Cokelat dan Setangkai Bunga

Sebelum menunggu bus di halte, aku singgah di sebuah toko dan berhenti di depan sebuah etalase. Mengambil dua keping cokelat dan memasukannya ke sebuah kotak. Aku masih ingat, dulu  kita pernah berdebat hanya karena sekeping cokelat favoritmu kumakan tanpa isyarat. Hari ini aku membawakan gantinya, Ra. Dua keping utuh cokelat Kakoa. Setelah ini aku akan membelikanmu setangkai Mawar Shananda di toko bunga Ibu Ema. Toko bunga yang dulu pernah kita singgahi dalam menyambut Valentine di bulan Februari. Aku akan memilihkanmu mawar yang paling merah muda, seperti hati kita. Apa di sana hatimu masih untukku Ra?

Aku sudah mendapatkan keduanya; cokelat dan bunga. Aku akan membeli kue ulang tahun di seberang halte saja, sembari menunggu bus yang belum tiba.

Sumber: www.inspired-by-chocolate-and-cakes.com/

Kamu suka kuenya, Ra? Kue ulang tahun berwarna merah muda dengan angka 21 seperti usia kamu hari ini. Harganya tidak terlalu mahal. Kamu tidak perlu memarahi aku karena kebiasaan burukku yang tidak bisa menghemat uang. Rindu yang menumpuk di hatiku tak senilai 150 ribu.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline