Lihat ke Halaman Asli

Kakek Berusia 68 Tahun Divonis Penjara 4 Bulan

Diperbarui: 1 Oktober 2024   03:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebagai contoh kasus dalam hukum Indonesia di mana ketika tinjauan yuridis lebih dikedepankan tanpa mempertimbangkan tinjauan sosiologis, seperti kasus seorang kakek berusia 68 tahun bernama Samirin di Sumatera Utara divonis hukuman penjara selama 2 bulan 4 hari oleh Pengadilan Simalungun. Samirin dihukum akibat terbukti bersalah memungut sisa getah pohon karet di perkebunan milik PT Bridgestone. 

Ia terbukti mengambil getah seberat 1,9 kilogram yang jika dirupiahkan sekitar Rp 17.000. Getah itu akan ia jual kepada para pengumpul getah agar mendapatkan uang. Namun, belum juga ia meninggalkan area kebun, seorang petugas memergokinya dan membawanya ke pos satpam. Perusahaan pun melaporkan pada kepolisian. Kepada hakim, Samirin mengaku melakukan hal itu karena membutuhkan uang untuk membeli rokok.

Apabila kita hanya melihat dasar yuridis saja, maka apa yang terjadi dalam kasus tersebut tidaklah keliru apabila kakek Samirin harus menempuh proses hukum dikarenakan dalam Pasal 362 KUHP bahwa barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum disebut pencurian.

Alih-alih mengutamakan penegakan hukum demi tercapainya kepastian hukum, di sisi lain menimbulkan sebuah pandangan yang aneh berkaitan sistem hukum yang ada di Indonesia. 

Begitu kakunya hukum di Indonesia sehingga hanya kepastian hukum saja yang diutamakan, padahal rasa keadilan tentu juga sangat harus diperhatikan dalam menyelesaikan setiap perkara. Hal inilah yang kemudian membentuk sebuah moralitas hukum yang sangat kaku dan rigid seolah tidak ada keluesan yang dimilikinya. Apakah hal ini kita anggap sebagai suatu kemajuan dalam hukum Indonesia? 

Atau justru malah mencirikan sebuah kemunduran karena ternyata pada hakikatnya hukum kita tidaklah luwes dan bisa menanggulangi permasalahan-permasalahan yang lebih kompleks ke depan padahal masalah yang kompleks tersebut adalah sebuah masalah yang sangat sederhana seperti kasus kakek Sarimin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline